Oleh : Zhuoewiieya
Di sore hari yang cerah, kulihat awan berwarna jingga kemerahan di ufuk timur. Daun-daun menari di udara diiringin dentuman suara angin yang berlari-lari memanggil namaku.
"Athar pulanglah ...!"
Terbesit muka emakku yang tak muda lagi, dengan rambut dikuncir berwarna jagung. Tubuh perempuan tua yang sudah berjuang menghidupi aku dan adik-adikku selama ini.
Aku termenung, tertunduk lemas di pojok rumah. Tak terasa sudah sepuluh tahun aku menjadi penghuni rumah kost ini. Suka dan duka, bergiliran kualami bersama teman-temanku di sini. Kini jam menunjukan pukul lima sore.
"Masih lama waktu berbuka, " gumanku.
Tiba-tiba aku terkejut. Ada suara yang memanggil namaku.
"Athar.... Athar....!"
Aku bangkit dari dudukku, sembari menengok ke luar jendela.
"Woi bikin kaget aja siih....! Puasa...! Puasa..! Mau bikin orang masuk UGD ya....! , " teriakku kesal. Ternyata yang muncul, Firza sahabat karibku yang baik hati dan setia dalam suka dan duka
"Athar lebaran tahun ini kamu pulangkah ?, " serunya lagi.
"Ya iyalah, aku pulang. Udah dua tahun sejak pandemi nggak pulang. Kasian mak gua kangen ama gua, " lugasku.
"Orang tua lebih utama dilihat ketimbang apapun.Jangan duitnya aja loe kirimin mulu..!.. Mak loe nggak pengen duit loe tapi kehadiran loe, " nasihat Firza sambil menepuk pundakku.
"Cuman gimana ya, Fir. Kerjaan aku masih banyak. Apa aku diizinkan pulkam sama pak Ganes, bos kita ?. "
"Coba aja Tar...! Omonglah sama pak Ganes. Lebih baik coba bilang dari awal, biar tahu jawabannya," usul Firza
"Baiklah, Fir. Besok aku coba. Terima kasih friend atas solusinya, " senyumku gembira.
"Alhamdulilah bunyi beduk Tar. Yuk kita buka puasa...!, ajak Firza.
Akhirnya mereka berdua pergi keluar berbuka puasa, dilanjutkan salat Magrib , Isya dan Tarawih di masjid.
Malam semakin larut. Kedua sahabat masih asyik berbincang di teras rumah. Angin malam menusuk tulang kurusku. Entah..aku heran, kenapa badanku selalu kurus, padahal sudah makan banyak. Kulirik jam di pergelangan tangan kananku, tepat jam sepuluh malam. Kunaikkan kaca mataku yang melorot ke hidung. Sejak SD kaca mata setia menemaniku sehingga aku terkenal dengan julukanku si Mata Empat Ah, aku jadi terkenang teman wanita yang suka memanggilku dengan sebutan ini, Hanin, cewek tomboi bertubuh gempal, kulit hitam manis yang sering kupanggi Sweety. Bicaranya ceplas-ceplos tanpa memikirkan perasaan orang lain. Hingga kini, ia tak berubah. Selalu energik, bersemangat dan baik hati. Hanin perhatian sekali dengan Ibuku, sehingga ibuku pun sangat menyukai Hanin
"Ibu... ibu. “ Sekejap aku jadi kangen ibuku, ingin segera pulang menemui ibuku.
"Ah! aku kangen masakan ibu".
Ibuku seorang perempuan yang kuat. Pekerja keras, dan berhati lembut. Sejak ditinggal ayah, ibu mencari nafkah dengan berjualan di pasar, sesekali membantu orang di rumah. Kesusahan hidup tidak diraskan asal anak-anaknya bahagia bisa bersekolah. Akhirnya aku menyelesaikan pendidikan tinggi di satu Perguruan Tinggi ternama di Jakarta. Berkat doa ibu, aku lulus. Bersyukur aku bisa langsung bekerja di tempat konsultan ternama di kota Bandung, yang dipimpin pak Ganes. Lelaki dengan postur tubuh besar, yang suka mengenakan gelang ular di tangan kirinya. Orangnya pendiam, dan jarang tersenyum. Bahkan, musuh pun jika berhadapan denganya akan lari kocar-kacir.
"Wah ! ngomong apa ya besok ke pak Ganes ?. Asli, aku tak punya nyali jika berhadapan denganya. Semoga besok dimudahkan, " doaku menghalau kerisauan.
Kulihat Firza terlelap, mungkin asyik bermimpi mengejar khayalanya. Lelah berpikir, akhirnya aku tertidur pulas.
"Kring.... Kring!," bunyi alarm dari HP-ku. Cepat aku beranjak dari tempat tidurku.
"Fir... Fir... Bangun..!." Telat kita Fir. Udah subuh..!. Nggak sahur deh kita..." Kugoyangkan tubuh Firza yang masih tidur. Namun, yang dibangunkan malah tambah lelap. Akhirnya aku tinggalkan saja sohibku, langsung menuju kamar mandi mengambil wudu.
Setelah Salat Subuh aku langsung bersiap-siap berangkat ke kantor. Letak kantorku tidak jauh, tepatnya di ujung jalan dari tempat kostku. Kulihat temanku masih lelap tertidur. Aku berusaha lagi membangunkannya.
"Fir... Fir... nguli ngak hari ini Fir..?." Akhirnya Firza bangun juga
"Iya.. ,nguli gua. Nanti kalo izin mulu bisa disemprot Pak Ganes lagi.
“Sono mandi mao bareng nggak.?, " celetukku
"Iya mau," jawabnya sambil berlari menuju kamar mandi.
Sambil menunggu Firza, aku berusaha menghubungi ibuku, nun jauh di sana. Alhamdulilah keadaan ibuku baik-baik saja, begitu juga adik-adikku.
Terdengar suara ibuku senang, karena baru dibelikan mukena baru oleh Hanin, sohib SD-ku.
Kata ibuku mukenanya akan dipakai salat Ied nanti. Hanin, ibu muda yang memang pintar menyenangkan hati ibuku. Selain jago memasak, Hanin kerap tahu apa yang dibutuhkan ibuku.
"Ah !, andaikan Hanin mau bersabar, mungkin sekarang kita bersama. “
Sayang dia sudah duluan menikah. Walaupun keadaan sudah berubah tak seperti dulu lagi, kami masih bisa bersilaturahmi sebagai seorang sahabat. Alhamdulilah, aku kenal baik dengan suami Hanin.
"Sungguh suami yang beruntung bisa mendapatkan Hanin," bisik hatiku.
Tak lama setelah mandi, dan berpakaian rapi. Aku dan Firza, berdua berangkat ke kantor berjalan kaki. Sepanjang jalan kami menikmati udara sejuk, disambut hangat matahari pagi. Kicau burung menambah cerah suasana pagi ini. Butuh dua puluh menit perjalanan, untuk tiba di halaman kantor berlantai tiga. Kami tiba di gedung kokoh berbentuk persegi, dengan halamannya yang luas. Jendela kaca menghiasi dinding-dindingnya. Penjagaan sangat ketat, jika ingin masuk ke kantorku. Suhu badan kudu diperiksa lebih dulu, dan tetap menjaga prokes.
Aku langsung menuju mejaku. Papan nama bertuliskan, Muhammad Athar SH, terpapang di sana. Betul, aku adalah salah satu pengacara ternama di kota Bandung. Banyak klien yang sudah aku bantu menyelesaikan masalahnya, terutama masalah kawin cerai. konsultasi, dan lain sebagainya.
"Athar..., Athar...! Temanku Firza membangunkan lamunanku.
"Iya, ada apa Fir..?."
"Suruh ngadep pak Ganes loe ..!.' Ditunggu secepatnya di ruang pak Ganes, " tukas Firza.
"Nape ye Fir..?," selidikku sedikit khawatir.
"Mane ku tahe... Udah sono cepet..! Ntar teriak lagi bos kita kalo kita telat, " tukas Firza.
"Ok...!, " seruku sambil berlari kecil.
"Dug ! ," dadaku berdetak kencang. Aku paling takut kalau dipanggil mendadak seperti ini. Langsung kuketuk pintu ruang pak Ganes yang terletak di ujung gedung ini. Terdengar suara pak Ganes mempersilakanku masuk ke ruangannya.
"Athar sudah berapa lama kamu bergabung dengan perusahaan ini?, " tanya pak Ganes sambil melotot matanya ke arahku.
"Hampir sepuluh tahun pak, " jawabku
"Selama sepuluh tahun kamu tidak pernah membuat aku kecewa.!, " suara pak Ganes keras.
“Athar...!, baru kali ini kamu membuat aku kecewa. Banyak kasus yang belum kamu selesaikan !. Ngapain aja kamu selama ini hah !, " serunya sambil menunjuk tangan ke arah mukaku .
"Jadi tugasmu sekarang, selesaikan kasus bu Nina secepatnya. Selama kasus bu Nina belum kelar, jangan harap kamu bisa bersenang-senang !, “ tegasnya sambil pergi meninggalkan diriku.
"Mak jleb...!. Tiba tiba kepalaku pusing.” Niat mau izin pulkam jadi kacau balau ini.
Aku melangkah ke mejaku dengan tertunduk lemas. Ingin menangis, tetapi malu karena aku laki-laki. Perasaanku kacau balau jadinya. Berkas bertumpuk-tumpuk di meja harus aku selesaikan satu-persatu. Kasus ibu Nina, memang paling menyita waktuku.
"Rumit, pusing aku dibuatnya.. !", lolong hatiku
Aku mesti pulang lebaran tahun ini. Pergumulan di hatiku mulai tarik menarik. Akhirnya aku mengambil wudu, salat Dhuha di musala kantorku buat menenangkan batinku yang meronta-ronta. Di pojok musala kuceritakan kepada Allah Sang Maha Pencipta, segala keluh-kesahku. Semoga Allah memberikan kelancaran, dan kemudahan segala urusanku.
Waktu menunjukkan tepat pukul 10.00 pagi. Aku bergegas menemuin bu Nina klienku, buat menyelesaikan permasalahan keluarganya. Ditemani Firza, aku menuju rumah bu Nina.
Bu Nina menerima kami berdua dengan baik. Kami dengarkan dengan cermat segala titik pangkal permasalahan yang dihadapi bu Nina. Setelah itu, kami balik lagi ke kantor.
"Athar, loe dipanggil pak Ganes lagi tuh..!, " teriak Firza..
"Siyap...!, " jawabku
Aku melangkahkan kakiku dengan ragu menuju ruang berkaca putih. Tadi pagi aku baru kena semprot, masa mau disemprot lagi Kuketuk pintu kantor dengan lunglai.
"Masuk..!" Suara pak Ganes menyuruhku masuk.
"Bagaimana, apa kamu sudah menemui bu Nina?, " tanyanya mengagetkanku.
"Alhamdulilah, sudah pak. Saya tadi bersama Firza ke sana, " balasku sambil menatap wajah pak Ganes.
"Baguslah kalo begitu, " jawabnya dengan nada cuek.
"Pak, mohon maaf banget.., kalau boleh saya mau bicara pak." Aku mulai memberanikan diri.
"Ya bicaralah..! Kita dari tadi sudah berbicara bukan ?, " cetus pak Ganes.
"Maksud saya, saya mau izin pak !. Sebelum lebaran mau pulang kampung ," lanjutku.
"Apa pulang kampung ?. Kerjaan kamu aja masih banyak, lagian belum selesai. Nanti siapa yang membereskan kerjaan kamu, kalo kamu pulang kampung ?. Tidak, tidak...! Pokoknya kamu tidak boleh pulang kampung, sebelum pekerjaan kamu ada yang menggantikan !, teriak pak Ganes bernada tinggi. Dengan tubuh lunglai tak bertenaga, aku meninggalkan ruang pak Ganes
"Pak Ganes memang tak punya perasaan. Masa lebaran-lebaran disuruh kerja juga. Hik, bikin sebel banget..!, " celetukku.
Aku kembali menuju mejaku. Kubuka-buka arsip terkait kasus bu Nina.
"Semoga aja bisa kelar, " gumanku
Tiba-tiba ada yang menyambitku dengan kertas dari depan. Bikin kaget saja temanku ini.
"Woi ! Athar.., cemberut bae !. Senyumlah, biar loe nggak stress..!, " teriak Firza
"Fir... !. " Setengah lemas aku bicara padanya.
"Nape sih..?, kaya kesambet pohon asem loe..!, “ teriak Firza
"Gue udah ngomong sama pak Ganes Fir , " kataku
"Terus apa katanya?, " tanya Firza penuh semangat
"Kagak boleh!, karena kerjaanku masih banyak yang belum selesai, " jawabku pelan.
"Ya, alamat kagak pulang dong loe ?. Kasian emak loe pasti menunggu kedatangan loe..., " cerocos Firza.
"Cuman Fir, pak Ganes mengizinkan boleh pulkam, jika ada yang menggantikan pekerjaan gue, Fir. Cuman siapa orangnya yang mau ye ? Lebaran-lebaran dikasih kerjaan, " jelasku.
"Ooh..gitu ya syarat dari pak Ganes ? Itu mah gampang amat !. Ya udah berhubung loe sohib gue, bagaimana kalo gue yang akan menekel semua pekerjaan loe...?, " usul Firza dengan wajah serius.
"Cius loe Fir...?, " balasku sambil memukul badannya.
"Jangan mukul nape, khan sakit say. Iya gue yang gantiin loe..! Cepet nih sebelum gue berubah pikiran, " tegasnya.
"Alhamdulillah, ya mau lah..!” Sambil kupeluk tubuh sahabatku, Firza
" Ayuk Fir, kita menghadap Pak Ganes..!," ajakku
"Ayuk..!, balas Firza.
Aku dan Firza akhirnya menghadap pak Ganes. Mengusulkan selama aku tidak ada, Firza yang menggantikan pekerjaanku. Akhirnya pak Ganes menyetujui rencanaku pulang kampung.
Esok harinya, langsung kupesan tiket pulang naik kereta api.
"Jakarta. I am came back !, " gumamku.
Aku sengaja tidak memberitakan rencana kepulanganku. Surprise buat ibuku. Namun, aku hubungi Hanin dan suaminya untuk rencana kepulanganku ini.
Pukul tiga sore, aku tiba di stasiun Gambir.
"Plak.!..." Ada yang memukul pundakku. Ternyata mak muda Hanin, dan suaminya sudah menjemputku.
"Terima kasih ya Allah, engkau lancarkan segala urusanku." gumanku
Pukul lima sore aku sudah berdiri di depan rumahku. Tak banyak kulihat perubahan, pohon mangga, kelapa, rambutan masih rimbun di halaman rumahku. Diam-diam aku mengendap-endap menyusup masuk rumah, lewat dapur belakang. Kullihat ibuku sedang sibuk menyiapakan menu buat buka puasa. Langsung kupeluk ibuku dari belakang. Ibuku langsung terkejut,
"Ya Allah, bikin kaget aja, Athar !. Ibu kira siapa? Hampir aja ibu pukul kamu pakai teflon ini, " teriak ibuku senang.
"Ya elah Mak..!. Masa nggak bisa cium bau anaknya sih !, " jawabku cemberut.
"Lagian bikin kaget aja..! Bagus jantung ibu masih nempel, coba kalo nggak ?, " celetuk ibuku.
"Maafin ye Mak, Athar nggak bermaksud bikin jantung Mak copot, cuman mau ngeprank aja ye." Kupeluk, dan kucium dahi ibuku dengan gembira.
"Ya, udah Mak maafkan!. Kamu bisa juga akhirnya pulkam, Athar....?. Kemarin katanya nggak boleh pulang ama bosmu?, " tanya ibuku heran.
"Alhamdulilah Mak, bisa. Allah mendengar doa anak Mak yang ganteng dan sholeh ini," jawabku tergelak ke pede-an
"Alhamdulillah. Oh ya, sama siapa kamu diijemput?
" Hanin ,Mak..! "
"Lho Hanin-nya mana, Tar ?. Ibuku celingak-celinguk melihat ke luar
"Jangan-jangan Hanin dan suaminya masih di luar Mak!. Masya Allah aku lupa. Ninggalin Hanin sama suaminya di luar, " lonjakku kaget, baru teringat.
Di teras rumah, kulihat Hanin asyik bersenda gurau dengan suaminya. Ibuku langsung menimbrung ke depan. Entah apa yang mereka bicarakan, aku hanya memandangi mereka dari jarak jauh. Tampak muka penuh ceria dari orang-orang yang aku sayangin. Terima kasih ya Allah, Engkau kabulkan doaku untuk berkumpul di Ramadan tahun ini bersama bersama ibu dan adik-adikku.
Pamulang, 22 April 2022
***
Bionarasi
Zhouewiieya nama penaku you can call me Juwiie. Lahir di Jakarta, anak ke-9 dari 9 bersaudara, adalah seorang ibu rumah yang tangga yang suka travelling. Baru belajar menulis sejak mengikuti KELAS MENULIS BATCH 1 di bulan April 2022 ini. Terinpirasi oleh pesan Ali bin Abi Thalib .
“Semua penulis akan mati. Hanya karyamulah yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti. " So.
"Dalam hidup jangan pernah mengenal kata menyerah . Jatuh dan menangis sudah biasa , karena kelak akan ada saatnya bangkit dan ceria kembali ! ". Inilah Karya cerpen perdana saya "Ramadan Ceria ". dan sedang merilis “Kasih Tak Sampai “
Dari antologi cerpen KUKIS (Kumpulan Kisah) Ramadan (Komunitas Seni Digital Kolaboratif dan Perempuan Menulis- Komunitas Ceria; Haura Utama; Mei 2022)
Posting Komentar
Posting Komentar