JODOH DARI KAKEK
Oleh : Milfa Yusra Gultom
Hujan tiba-tiba saja mengguyur kota ini tanpa permisi. Aku yang sedang asyik membaca proposal acara minggu depan di tengah taman bunga tanpa pengunjung itu, terpaksa harus berlari berlindung dari derasnya air hujan. Aku tak punya pilihan lain kecuali berteduh di depan toko yang sedang tutup. Sepi. Seperti biasanya.
Sekonyong-konyong ada seseorang berlari ke arahku dan berdiri bersisian denganku,. Hujan masih turun dengan begitu derasnya dan rasa dingin mulai menjalari sekujur tubuh. Aku yang hanya mengenakan gamis bermotif cokelat kotak-kotak hitam mulai menggigil. Sosok yang berdiri disampingku melihat ke arahku.
“MasyaAllah, Aira...?, “ sahutnya. Aku kaget dan dingin itu semakin terasa.
“Alif ???.“ Kucoba tersenyum walau jantung tiba-tiba berdetak dengan cepat.
“Iya aku Alif...kamu apa kabar”
“Alhamdulillah sehat, “ jawabku ragu
“Aku tidak sangka kita akan bertemu lagi, Ra, ” katanya sendu.
“Maaf Lif, aku duluan,” sahutku berlalu dari hadapannya
Biarlah hujan membasahi diri ini dari pada sesak itu semakin terasa.
Alif..., .nama yang ingin kuhilangkan dalam ingatan untuk selama-lamanya. Mengingat namaya saja, dadaku mulai sesak terasa. Walau waktu sudah berlalu enam bulan sejak peristiwa itu, tetapi aku belum mampu menghapus semuanya. Hati wanita mana yang tidak sakit ketika menerima kenyataan bahwa pernikahan yang sudah direncankan harus pupus, dan batal karena sesuatu alasan yang tidak masuk akal. Ternyata sakit hatiku belum bisa hilang, terbukti ketika melihat wajahnya, sakit itu muncul tanpa diminta.
Ketika keluarganya datang melamar semua terasa indah. Begitu mudah Allah berikan jalan untuk menggenapkan separuh agamaku. Kami jarang bicara walau satu kantor kala itu. Tiba-tiba tak ada angin tak ada hujan, Alif melamarku langsung ke orangtuaku. Siapa yang tidak kaget ketika itu. Kuakui keberaniannya menjumpai ayah dan ibuku, ditambah dengan hasil istikharahku menguatkan hatiku untuk menerimanya sebagai calon imamku.
Semua sudah disiapkan untuk pernikahan kami, tinggal menyebar undangan, sampai ayah Alif datang ke rumah untuk minta maaf, karena tidak dapat meneruskan pernikahan kami dengan alasan Alif terikat perjodohan dengan cucu kawan kakeknya. Permintaan kakeknya itu tidak bisa ditawar-tawar, dan keluarganya tidak ada yang berani membantah.
Hancur sudah impian bersanding di pelaminan. Aku coba tegar walau dalam hati rapuh. Aku coba kuat. Alif coba juga menghubungiku via telepon tak pernah kuangkat. Semesta juga tahu hancurnya hatiku. Alif mendapat promosi jabatan di Kalimantan, sehingga kami tak pernah bertemu lagi.
Sejak peristiwa itu rasa trauma untuk menikah melanda diri, tidak satu dua orang yang datang mendekat tapi sedikit pun aku tidak tertarik. Ayah dan ibu juga sudah lelah sepertinya membujukku untuk move on dan menghadapi dunia kembali, itupun belum berhasil.
*
Hari ini, keluargaku lagi bersiap menyambut kakek tersayang. Kakek yang tinggal di kabupaten tetangga jarang-jarang mau berkunjung. Biasa kami yang rutin ke rumah kakek. Kalau ditanya kenapa kakek jarang datang, pasti dijawab kakek,
“bosan di rumah ini, gak ada kegiatan. Kalau di rumah, kakek bisa jalan-jalan di kebun,” jelasnya.
Kakek punya kebun kopi di dekat rumahnya. Jadi untuk mengisi waktunya sejak pensiun dari kantor dulu, kakek selalu memantau kebun dengan pekerjanya.
Senang sekali melihat sosok berwibawa ini kembali. Sudah hampir enam bulan aku tidak ketemu kakek karena jadwal di kantor yang lagi padat, sehingga tidak bisa libur. Aku dari kecil dekat dengan kakek dan nenek dibanding dengan cucu-cucunya yang lain. Aku menghabiskan masa SD dan SMP tinggal di rumah kakek, karena ayah ditugaskan di pelosok Riau, yang sekolah jauh dari rumah dinas ayah.
Kupeluk erat tubuh kakekku yang rambutnya sudah memutih semua. Laki-laki yang kuat yang tak menampakkan kesedihannya ketika nenek meninggalkannya selamanya empat tahun yang lalu, padahal kutahu nenek segelanya buat kakek.
“Rindu, Kek,” sahutku
“Rindu, tapi gak pernah datang ke rumah kakek ya?”
“Aira sibuk di kantor, Kek. Banyak kerjaan”
“Hmmmm, iya lah yang maneger pemasaran”
“Ah kakek bisa aja, ” sahutku
Obrolam kami terputus ketika ibu datang mengajak makan. Di meja makan obrolan ayah dan kakek mendominasi. Harga kopi yang turun menjadi pokok bahasan yang menarik untuk ayah dan anak itu. Aku hanya mendengarkan tanpa komentar.
“Oya Aira, ada yang ingin kakek sampaikan,” sahut kakek
“Iya kek, ada apa?’
“Kakek ingin mengenalkanmu sama seseorang. Siapa tahu kalian jodoh”
“Hmmm tak usahlah, Kek, ” jawabku
“Gak boleh kayak gitu, Nak,” sahut ibu
“Iya dengarkan dulu kata kakekmu, Nak,” sahut ayah
“Kakek gak usah dulu ya, Aira masih belum kepikiran lagi buat menikah, ”jawabku halus sambil tersenyum. Aku tak ingin menyakiti hati orang-orang yang kusayangi dan menyayangiku.
“Apalagi, masih karena yang gagal kemarin?, “tanya kakek
Tak kujawab hanya sakit itu mulai terasa kembali. Kuizin ke kamar setelah selesai makan tak mau lama-lama di meja makan kalau temanya menikah.
*
“Ra, dipanggil sama pak Yudha tuh,” kata novi kawan dekatku di kantor
“Ada apa Vi,” tanyaku
“Mana aku tau?. Mungkin mau dijodohkan sama anaknya kali,” sahut Novi jahil
“Ngaco ahh,” kataku sambil jalan menuju ruang pak Yudha, bos besar di kantor.
Setelah aku duduk di depan pak Yudha yang lagi serius dengan laptopnya
“Ra, tiga hari ini ada meeting semua cabang di puncak, saya gak bisa datang karena harus bawa istri cek up. Jadi tolong kamu gantikan saya ya,” jelasnya panjang lebar
“Tapi kok mendadak pak” tanyaku
“Sebenarnya gak mendadak sih, sudah lama juga infonya. Sekalian ini pertemuan semua cabang, bisa, kan ?”
“Ok pak saya bersedia”
“Makasih Ra. Mudah-mudahan di sana kamu bertemu jodohmu”
“Maksud Bapak?,” tanyaku aneh
Pak Yudha hanya membalas dengan senyum.
“Perjalanan dinas kali ini entah kenapa aku ragu-ragu jadinya, apalagi pas pak Yudha bilang semoga ketemu dengan jodohmu. Atau jangan-jangan Alif hadir ya, kan dia pimpinan cabang Kalimantan, sementara ini pertemuan semua cabang. Ya Allah, apa ada kaitannya dengan pertemuan tanpa sengaja kami kemarin?. Semoga tidak, ” batinku.
Kupersentasikan hasil pencapaian kantor cabangku, diiringi tepuk tangan. Kuturun dari podium. Ya pencapaian penjualan kami naik 100 % tahun ini, sebuah pencapaian yang luar biasa ditengah banyaknya para pesaing. Ada yang mengganggu hatiku pas tampil tadi. Untung aku tidak grogi. Sosok tinggi itu kulihat lagi. Saat mata kami saling memandang sepersekian detik, lalu kubuang arah, entah dengan dia.
Sebelum acara break ada pesan masuk di aplikasi hijau gawaiku,
“Ra, aku minta waktu ngomong 10 menit ya pas break.”
Kubaca pesan itu tanpa ada niat membalasnya. Walau dia tidak menyebutkan siapa dia, dari foto profilnya kutahu siapa yang mengirim pesan. Dan sampai waktu break aku tidak membalas pesan tersebut.
“Kenapa tidak balas pesanku, ” tanyanya menggeser kursi di depanku
“Untuk apa?,” jawabku
“Ra, aku minta maaf kutahu kamu masih marah”
“Tidak ada yang perlu dimaafkan Lif,” senyum aku berucap
“Ra, aku coba hubungi kamu ketika itu tapi kamu tak pernah mau jawab teleponku. Nomorku juga kau blokir, kan ?”
“Sudah ya Lif, aku izin dulu mau ke kamar sebentar”
“ Ra, aku masih mau melanjutkan niat yang tertunda enam bulan yang lalu”
Sedikit emosi aku menjawab,
“Baru kemudian, aku kau tinggalkan lagi Lif?. Jangan harap ya aku mau lagi”
“Ra kasih aku kesempatan menjelaskan semuanya”
“Gak penting lagi penjelasanmu Lif, sudah basi”
Ku tinggalkan Alif yang termenung sendiri.
Tiga hari acaranya berakhir juga. Lumayan menambah semangat kembali untuk memberikan kontribusi yang terbaik buat kantor cabangku lagi. Ketika lagi beres-beres untuk pulang, pintu kamar hotelku diketok, ku buka...
“Alif..kenapa??”
Diberikannya aku surat tanpa amplop,
“Tolong baca sesudah sampai di rumah ya,”sahutnya sambil berlalu.
“Ah Alif, kenapa hadirmu membuat aku terluka...”
Malam hari menjelang tidur, aku teringat surat yang Alif berikan tadi. Pelan-pelan kubuka dan mulai membaca baris demi barisnya
Untuk Aira
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ra pertama aku mohon maaf atas semua kejadian yang terjadi enam bulan yang lalu. Aku juga kaget pas kakek bilang pernikahan kita harus dibatalkan karena aku sudah terikat perjodohan dengan cucu kawannya kakek aku. Orang tuaku tidak bisa membantah kakek. Ayah sudah menjelaskan semua ke kakek tapi tidak berhasil juga.
Aku shock dan marah kepada kakek, hingga tawaran promosi jabatan ke Kalimantan aku terima, karena itu bentuk protesku ke Kakek. Aku coba menghubungimu Ra. Tapi tak pernah kau angkat. Pesan-pesanku pun tak pernah kau balas. Sekali lagi maafkan aku yang tidak bisa berjuang untuk pernikahan kita.
Tapi satu yang perlu kau tau Ra. Hatiku tulus mencintaimu. Hanya saja aku malu aku tidak bisa berjuang untuk sebuah restu kakek
Alif
Kulipat lagi surat itu.
“Kalau memang cinta, kenapa tidak berjuang?,“ batinku. Aku tidak mau lagi berharap, karena jatuhnya sakit. Perempuan mana yang tidak suka melihat Alif, paket lengkap. Tapi kalau tidak jodoh mau buat apa.
*
Disini aku sekarang bersama kakek, disebuah kafe klasik yang mengusung tema tahun 70an. Kulihat kakek menikmati sekali suasananya. Beratus kali aku menolak ajakan kakek, maka beribu kali kakek tetap memaksaku untuk bertemu dengan kawan kakek yang kutahu, ujung-ujungnya aku akan dikenalkan dengan cucu kawan kakek tersebut. Kata kakek kawannya bernama kakek Fadli, kawan dari zaman sekolah dulu sampai sekarang masih sering komunikasi walau tinggal berbeda daerah.
Itu alasan kakek sebenarnya datang ke rumah, karena kawan kakek tersebut juga lagi di kotaku di rumah cucunya. Hari ini mereka berjanji bertemu. Ada udang di balik batu sepertinnya pertemuan ini. Kami yang datang duluan langsung menuju pojok kafe ini, karena dari pojok kafe ini terlihat pemandangan alam yang indah sekali.
”kakek Fadly masih di jalan, kita pesan duluan aja ya,” sahut kakek
“Kek, Aira pulang aja ya. Aira gak mau seperti ini”
“Aira kita sudah sampai disini lho. Gak baik mundur. Kakek yakin kau tak akan menyesal”
“Aira gak mau dijodohin Kek, biarlah Aira cari sendiri”
“Sampai kapan?
“Ya sampai Aira siap, Kek”
“Bismillah aja yang ini ya Aira,” senyum kakek dan aku pun terdiam
Sepuluh menit menunggu, muncullah kakak Fadly seorang diri. Setelah kakek memperkenalkan aku, kusalam tangan kakek Fadly sambil berucap
“Saya Aira, Kek. Salam kenal”
“Wah kamu cantik ya sekarang, dulu kakek jumpa kamu terahir pas kamu SD”
“Ah kakek bisa aja,”jawabku
“Oya cucumu mana Fadly?,” tanya kakek
“Sebentar lagi datang. Tadi katanya mau ke kantor yang di sini dulu. Ada berkas yang mau dibawa sebelum besok balik ke Kalimantan,” jawab kakek Fadly
Dengar kata Kalimantan, ada sesuatu yang berdesir dalam hati, tetapi aku coba tepis. Sambil mengobrol, ternyata kakek punya selera humor yang tinggi. Mereka banyak bercerita tentang kisah masa lalu mereka. Sedang asyik bercerita,
“Maaf kek Alif lama, “ kata seorang yang menghampiri meja kami
Sontak aku menoleh.
“Alif”
“Aira”
“Lho kalian sudah kenal?,” tanya kakek
Kami sama-sama menggangguk bingung. tetapi kuyakin hati kami sama-sama deg-degan.
*
“Sah “
“Alhamdulillah”
Kata yang terucap dari wajah-wajah bahagia di ruangan ini. Selang dua hari sejak pertemuan kami di kafe itu, Alif tidak mau menunda lagi minta akad nikah. Segera katanya, karena dia tidak mau aku berubah pikiran. Akhirnya dengan waktu yang sangat singkat dan kerja keras keluarga kami, pernikahan ini terlaksana.
Rasanya seperti dipermainan takdir. Enam bulan yang lalu pernikahan kami gagal. Coba pas itu, Alif mau menuruti kata kakek Fadly untuk menjumpai wanita yang mau dijodohkan dengannya, tentu kejadiannya tidak akan seperti ini. Ini malah milih minggat ke Kalimantan.
Dalam genggaman erat suamiku sekarang, kuyakin apa yang telah dijalani semua, pasti yang terbaik dari Sang Pencipta.
***
Bionarasi
Milfa Yusra Gultom. Darah Batak ini biasa di panggil Milfa, adalah guru Fisika di SMK N 1 Sipirok, disamping peran utama menjadi Ibu dari dua gadis cantik, Nadhifa Humaira Rusman usia 8 tahun, dan Nadhira Izzati Rusman, usia 5 tahun.
Penulis aktif menulis dari SMP. Sudah ada beberapa tulisan yang di muat di beberapa majalah remaja Islam kala itu. Vakum menulis, ketika kesibukan dunia kerja benar-benar menyita waktu dan tenaga. Ini adalah buku Antologi Cerpen ke-2 bagi penulis yang ingin aktif lagi.
Dari buku Antologi Cerpen Cinta Seluas Langit(Haura Publishing, Juni 2022
Posting Komentar
Posting Komentar