Blog Perempuan Menulis

Cerpen:Milikilah Hati Seluas Langit, Seluas Dan Sedalam Samudra

Posting Komentar

 MILIKILAH HATI SELUAS LANGIT, SELUAS DAN SEDALAM SAMUDRA

Oleh: Priyani Budhi Setyowati, S.Sos, M.Pd

www.perempuanmenulis.com

         Memang kasih sayang seorang ayah ibu terhadap anaknya tidak dapat kita pungkiri, karena  tidak ada kasih sayang seseorang yang bisa melebihi kasih sayang seorang ayah ibu terhadap anak-anaknya.

          Memang terlihat sangat lucu, tetapi romatis. Ketika dalam benakku, tiba-tiba membayangkan masa-masa awal ibu mengandungku. Aku membayangkan  saat aku di dalam rahim ibu, aku mendengar suara dan mulai bertanya-tanya dalam hati, aku berada di mana ini?.  Aku seperti berada di suatu ruangan gelap, dan yang kurasakan aku hanya bisa mendengar suara. Pada saat itu, suara yang kudengar masih samar-samar dan belum begitu jelas terdengar. 

          Ya…suara itu…, suara yang aku sendiri belum tahu, “suara apakah itu?”.

          Pertanyaan itu selalu muncul dalam diriku, hingga akhirnya aku menemukan jawabannya bahwa suara itu adalah, “suara detak jantung dan suara malaikat tanpa sayap yang sedang mengandungku.” Dia adalah Ibuku.

          Malaikat tanpa sayap ini akan mengandungku hingga sembilan bulan mendatang. Malaikat tanpa sayap ini juga akan menjagaku dari saat aku berada di sini, di kandungannya, hingga nanti aku dilahirkan ke dunia. 

          Ya Allah, dalam bayanganku, saat itu ibu pastilah sosok wanita yang luar biasa.  Ia rela mengorbankan nyawanya demi aku yang masih dalam kandungannya. Bahkan pada saat  mengandungku, ibu rela mengalami banyak kesulitan dan kesusahan yang tiada tara. 

          Ibu selalu membawaku, kemana pun ibu pergi. Saat ibu bekerja, aku pun ikut serta. Jadi aku tahu kalau ibu sangat menyayangi dan mencintaiku.  Ibu menjagaku dengan baik, hingga tiba saatnya aku dilahirkan.  

          Semakin lama, janin yang berada dalam kandungan Ibu tumbuh dan berkembang. Aku juga mulai mendengar suara lain. Dan ternyata, itu adalah suara ayahku. Ayah yang juga menjadi malaikat tanpa sayap bagi diriku. 

          Walaupun ayah sibuk bekerja mencari nafkah untuk keluarga, ayah adalah ayah terbaik bagi kami. Ayah merupakan sosok ayah siaga dalam segala hal untuk melindungi keluarga. Selama ibu mengandungku, ayah tetap mempunyai waktu luang menemani ibu ke dokter untuk memeriksakan kesehatan ibu dan kandungannya. 

          Dua malaikat tanpa sayap ini, Allah ciptakan untukku. Allah titipkan aku kepada mereka, karena Allah tahu bahwa mereka memiliki hati yang tulus seluas langit, seluas dan sedalam samudera. 

         Mereka berdua sangat istimewa, dan berharga dalam hidupku. Mereka bagaikan air jernih yang terus menerus mengalir. Mereka memiliki kasih sayang yang tiada habisnya, dan mereka memiliki cinta yang tulus untuk kami putra-putrinya.

          Sembilan bulan sepuluh hari pun berlalu, kelahiranku yang selama ini sudah dinantikan ayah ibu berbuah manis. Ibu berjuang mempertaruhkan nyawanya demi kelahiranku. Dan ketika aku dilahirkan, aku melihat secercah cahaya terang yang mulai dapat aku lihat, “Inilah yang Allah maksud dengan dunia”, pikirku. Dunia yang akan mulai aku kenal sejak aku lahir dari kandungan Ibu. 

          Dunia yang saat ini aku lihat, sangat jauh dari apa yang aku bayangkan saat aku masih dalam kandungannya.  Saat aku berada di kandungan ibu, aku hanya bisa mendengarkan suara detak jantung ibu, sekaligus aku mendengar suara ayah ibu. Sesekali aku juga mendengar suara ketiga kakakku. Saat itu suara ayah ibu dan ketiga kakakku masih terdengar sangat jauh, seperti ada dinding yang memisahkanku dengan mereka. 

           Setelah aku dilahirkan, aku bisa merasakan semakin lama cahaya terang itu semakin jelas terlihat, sampai pada akhirnya aku pun bisa mendengar suara yang begitu jelas dapat aku dengar. Suara-suara yang dipenuhi dengan kebahagiaan dan rasa syukur yang tak terhingga atas kelahiranku. Mereka pun tersenyum melihatku.  Saat itu, aku memang belum bisa bicara. Aku hanya dapat terdiam dan menangis.

          Aku bisa melihat di hadapanku saat itu ada  ayah ibu.  Tatapannya penuh cinta, senyumannya membuatku yakin bahwa mereka “malaikat-malaikat tanpa sayap penjaga dan pelindungku” yang selama ini sudah Allah janjikan kepadaku, saat ruh-ku mulai ditiupkan dalam tubuhku.  Mereka menggenggam tanganku sangat erat. Aku dapat merasakan kehangatan kasih sayang mereka untukku.  Hatiku luluh melihat kebahagiaan yang  mereka rasakan atas kelahiranku.

          Ketika aku dalam dekapan ibu, ayah berkata, “Ayah Ibu dan kakak-kakakmu telah menanti kelahiranmu sayang”.  

          Tahun berganti tahun, dan terus berlalu, aku telah tumbuh besar, hadir di antara ketiga kakakku. Cinta Ayah Ibu memang tidak pernah usang dan tidak akan pernah bisa tergantikan oleh siapapun. 

          Tidak pernah ada lelahnya mereka menjagaku ketika aku sehat, maupun saat aku dalam kondisi sakit. Mereka juga menemaniku belajar. Bahkan mereka rela menahan rasa rindunya kepadaku, saat aku masih belajar di sekolah. Dan tak henti-hentinya, mereka mengucap syukur, saat melihatku meraih prestasi di sekolah.

       Ayah ibu, adalah pahlawanku, mereka idolaku. Mereka telah mengajariku segala hal di dunia, mengajariku tentang arti hidup dan kehidupan. Mereka juga mengajariku pentingnya untuk selalu bersyukur atas setiap anugerah yang Allah berikan dalam perjalanan hidup ini. 

          Apapun yang Allah berikan, mereka mengajarkanku untuk selalu mensyukurinya. Mereka mengajarkanku untuk terus percaya, bahwa di balik setiap usaha yang telah kita lakukan pasti akan membuahkan hasil, dan kebahagiaan akan selalu menanti dalam perjalanan hidup yang kita lalui.

          Ayah ibu sangat kompak dalam mendidik dan membesarkanku. Mereka berkolaborasi sangat baik. Aku sangat bersyukur kepada Allah, karena aku memiliki orangtua yang sangat bijaksana. Mereka adalah sumber motivasi terbesarku, panutan yang dapat aku andalkan pada situasi apapun. 

          Aku menyadari kalau tingkah polahku kadang kala menjengkelkan mereka. Namun, walau aku sering kali membuat mereka jengkel dan kecewa, mereka tetap saja memaafkanku dan menyayangiku. Setiap hari, mereka selalu mendoakan semua anak-anaknya. Mereka mendoakan kesehatan, keselamatan, di manapun kami berada. 

          Ketika aku beranjak dewasa, aku mulai bertanya pada ayah ibu, 

          "Apa yang harus aku lakukan agar aku dapat menjadi yang terbaik untuk Ayah Ibu?" 

          “Apa yang bisa aku lakukan untuk bisa membahagiakan dan membanggakan Ayah Ibu?”

          Ayah ibu saling pandang, dan ibu menjawab, 

          “Jadilah dirimu sendiri, Nak. Ikutilah perintah Allah, dan jauhi larangan-Nya”. 

          Selanjutnya ayah mengatakan, 

         “Betul kata Ibumu, Nak., Jadilah putri yang shaliha dengan mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya”. Selain itu milikilah “Hati Seluas Langit, Seluas dan Sedalam Samudera”. 

          Aku menatap ayah ibu, karena aku merasa bingung dengan apa yang ayah ucapkan barusan.

          "Apakah hati seluas langit, seluas dan sedalam samudra itu, Ayah?,” tanyaku lagi dengan wajah penasaran, dan ingin segera mendapatkan jawabannya. 

          Ayah tersenyum dan menjawab, 

          "Pandanglah ke langit dan lautan samudera, Nak. Lihatlah, betapa luasnya langit, betapa luas dan dalamnya samudera itu, seakan tak bertepi dan tanpa batas”.

          Ayah…, aku masih belum paham dengan apa yang Ayah katakan padaku.

          Begini anakku, “Ayah Ibu, ingin dirimu menjadi dirimu sendiri yang bertanggung jawab. Menjadi putri yang shaliha, mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Berbuatlah kebaikan terhadap sesamamu, milikilah kesabaran, rasa tanggung jawab terhadap apapun yang sudah kamu pilih. Bersyukurlah terhadap apapun yang kamu peroleh. Nikmatilah setiap ujian demi ujian yang akan kamu temui dalam perjalanan hidupmu nanti. Ujian-ujian itu bukan karena Allah tidak sayang padamu Nak, akan tetapi justru Allah sangat sayang padamu. Allah memberikan ujian-ujian itu karena Allah tahu, kalau pundakmu sangat kuat untuk dapat melaluinya, Allah akan mengangkat derajatmu melalui ujian-ujian tersebut. Ayah Ibu yakin kalau kamu memiliki hati yang sabar, seluas langit, seluas dan sedalam samudera putri cantikku.  Insyaallah, dirimu akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.” Aamiin ya Rabbal’alamin.     

          Putri shaliha Ayah Ibu, “Jadilah putri yang penuh cinta terhadap sesama, menebar kebaikan dimana pun dirimu berada. Milikilah kecerdasan, akhlak mulia dan berbudi luhur untuk memajukan negeri ini. Sabar dan jangan mudah tersinggung sayang. Dirimu harus mampu menahan dan mengendalikan emosimu, Nak.” 

          Putri shaliha Ayah Ibu yang cantik “Jika suatu saat dirimu kehilangan sesuatu yang ada dalam genggaman tanganmu, itu bukan karena Allah tidak menyayangi dan mencntaimu, tetapi justru Allah sedang membuka tanganmu lebar-lebar untuk menerima sesuatu yang terbaik dari Allah”.   

          Percaya dan yakinlah sayang, dibalik duka kesedihan dan ujian yang akan dirimu lalui dalam perjalanan hidupmu nanti, dirimu akan memperoleh sesuatu yang sangat berharga dalam hidupmu. Dirimu akan ditempa untuk menjadi seorang muslimah yang tegar, kuat, kokoh dan tangguh. 

          Ayah Ibu yakin dan mempercayaimu sayang, suatu saat nanti dirimu pasti bisa, dan insyaallah bisa menjadi orang yang bijaksana dalam bertindak dan bertutur kata. 

          Pesan Ayah Ibu, milikilah “Hati Seluas Langit, Seluas dan Sedalam Samudera”. Dengan memiliki hati seluas langit, seluas dan sedalam samudera, dirimu akan memiliki hati yang lapang, tidak mudah emosi dan tersinggung. Bahkan hatimu tidak akan mudah tergores dan terluka. Sampai kapan pun dirimu dan ketiga kakakmu adalah putra putri terbaik dan kebanggaan kami. 

          Ayah ibu memberikan cahaya kasih sayang seperti matahari yang menyinari bumi. Aku bangga pada ayah ibu yang telah rela berkorban banyak hal untukku.  Terima kasih ayah ibu, atas segala jasa dan kebaikanmu. Berikan aku kesempatan untuk membuat kalian tersenyum bahagia. Aku janji akan membuatmu bangga. 

          Aku akan berjuang, suatu saat nanti aku dapat menjadi seperti mereka dalam mendidik anak-anakku. Berlian, permata, dan mutiara yang berharga dalam hidupku adalah ayah ibu. Cinta ayah ibu seluas langit, seluas dan sedalam samudera yang terbentang luas, tanpa batas dan akan abadi sepanjang masa dalam hidupku.

Bismillahirahmanirrahim, aku ingin memiliki “Hati Seluas Langit, Seluas dan Sedalam Samudera” seperti ayah ibu.

*

Bionarasi

Priyani Budhi Setyowati, S.Sos, M.Pd, (Bunda Yani), sosok wanita kelahiran kota Semarang.  Aktivitas selama ini menjadi penulis dan editor. Contact person: wa.me:// +6282137450693, email: priyanibudhisetyowati78@gmail.com, Ig: Priyani Budhi Setyowati, Fb: Priyani Budhi Setyowati dan Fb : Yani

Dari buku Antologi Cerpen Cinta Seluas Langit(Haura Publishing, Juni 2022

Related Posts

Posting Komentar