Blog Perempuan Menulis

Cerita Anak : Si Cabe Rawit

Posting Komentar

SI CABE RAWIT

Oleh : Asih Drajad Lumintu 

  

Anindira, biasa dipanggil Dira. Ia murid  kelas tiga Sekolah Dasar Suka Maju. Hari ini, wajahnya murung. Jaya teman sekelasnya, mulai memanggilnya,"Dira Si Cabe Rawit." Jaya berbadan tegap, dan berambut ikal. Ia ditakuti sebagian murid perempuan, karena suka iseng. Ada-ada saja ulah Jaya. Kemarin, saat Dira dan Siti asyik memilih jajanan di kantin. Tiba-tiba Jaya berteriak heboh. Ia menggoda Dira, hingga kue talam yang dibeli Dira nyaris terjatuh saking gugupnya.

"Yeeh.. Yeeh.. ada Dira. Beli kue talam. Dira Si Kecil Mungil. Dira Si Cabe Rawit..."

Jaya mengucapkannya sambil tertawa lebar. Teman lelakinya, ikut terpingkal-pingkal. Muka Dira seketika memerah. Ia segera berlari ke kelas. Siti terdiam melongo, ditinggalkan Dira begitu saja. 

Besok paginya, Dira termenung di kamarnya. Ibunya sudah dua kali memanggilnya agar ia bersiap ke sekolah. Di panggilan ketiga, baru ia menjawab. Buku-buku pelajaran segera dirapikannya. Ujian kenaikan kelas akan dimulai pekan depan. Dira ingin belajar sungguh-sungguh. Namun, olok-olokan Jaya membuatnya malu, dan menahan marah.          

"Iya tubuhku memang kecil mungil dan pendek, tetapi aku bukan si cabe rawit," gerutu Dira. Ia kesal karena tidak berani melawan kejailan Jaya. Rasanya Dira malas sekolah, dan bertemu Jaya. Namun, ia ingat Siti temannya yang baik. 

Dira tiba di sekolah, tepat bel masuk baru berbunyi. Sudah sepekan ia nyaris terlambat masuk kelas. Siti menggandeng tangannya menuju bangku di deretan depan. Pak Amir masuk kelas, Riuh murid-murid seketika terhenti. Pak guru yang suka tersenyum lebar itu mengucap salam, lalu memotivasi murid-murid agar tekun belajar, menyambut ujian kenaikan kelas.         

"Dira, kamu harus masuk sekolah!. Kamu anak rajin, dan pandai di kelas," celetuk Siti menepuk bahu Dira. Siti tahu, belakangan ini Dira kurang fokus belajar. Perhatiannya terganggu, sejak Jaya usil menjulukinya,” Si Cabe Rawit.”  Dira pun tampak gusar.          

Bel istirahat berbunyi. Siti dan Dira berjalan ke ruang perpustakaan. Namun, Jaya mencegatnya di lapangan basket. Kedua tangannya terbuka, dan berseru,           

"Yes.. yes.. Dira Si Cabe Rawit datang..!. Dira Si Kecil Mungil, mau lewat..! ".

Dira menghindarinya dengan berlari. Namun sayang, kakinya terantuk batu. Ia terjungkal. Riuh tawa anak lelaki menggema di telinganya. Siti segera menolong Dira yang menyeringai, menahan lecet kakinya

Ayo kita ke UKS, " ajak Siti. Dira menggeleng. 

"Nggak apa, cuma luka kecil. Aku sudah bisa jalan lagi "  Siti memandang satu-persatu murid lelaki yang mentertawai Dira tadi.  

"Uuuh tak malu...! Beraninya sama anak perempuan..!. Awas kamu Jaya," ancam Siti lantang. Dira takjub dengan keberanian Siti. Padahal ia tahu, Siti pun sebenarnya takut dengan kenakalan Jaya.  

Besok harinya, Dira mogok sekolah. Ia pura-pura sakit perut. Padahal biasanya, Dira tak tidur lagi setelah salat Subuh. Ia bahkan rutin membaca satu halaman Alquran, sebelum ke sekolah. Namun, pagi itu, ia langsung rebahan kembali setelah salat. Ibu pun, menyuruhnya istirahat dulu di rumah. Dira masih kesal, malu, dan marah. Malu karena ditertawakan temannya. Kesal karena tidak berani membalas. Dan marah karena diejek berbadan kecil mungil, padahal dirinya adalah makhluk ciptaan Tuhan.           

"Berani menghina makhluk ciptaan Tuhan, sama saja menghina Tuhan..!, "pekiknya.         

"Sebaiknya aku bilang sama ibu, atau tidak ya..?." Ia bimbang, tetapi akhirnya ia putuskan cerita ke ibunya. Dira yakin ibu bisa membantunya.        

Ibu sedang  menyulam di ruang tamu, saat Dira datang menghampirinya.         

"Sudah enak perutmu, Ra..?."  Ibu heran menatap Dira yang  meraih punggung telapak tangannya, dan menciuminya. Dira tertunduk, menceritakan semua kejadian di sekolah. Ibu merengkuh bahu Dira yang menangis sesenggukan.           

"Ibu juga marah, kesal dan malu jika dipanggil dengan nama ejekan..Sebaiknya kita memangil dengan nama kesukaannya, sebagai penghormatan. Namun rasa marah, kesal, dan malumu, jangan merugikan dirimu, Ra,”  lanjut ibunya. Dira mengangguk, tangisnya  mereda. Ibu pun tersenyum.        

"Panggilan Cabe Rawit sebenarnya juga keren, Ra. Bentuknya kecil dan unik, tetapi pedasnya luar biasa. Itu artinya, kamu dibilang hebat ," jelas Ibunya.          

"Ah ibu, bisa saja...! Baiklah, besok Dira masuk sekolah." Dira ceria kembali.   

Besoknya Dira bersemangat sekolah. Bahkan, Dira malah celingukan mencari Jaya.   

"Kasihan Jaya masuk Rumah Sakit, Ra. Kakinya patah terjatuh dari pohon. Kita sekelas membesuknya nanti, sepulang sekolah,"  jelas Siti. 

Di ranjang kamar Rumah Sakit, Jaya masih bisa terkekeh menyapa Dira,          

"Hai Dira, Si Kecil Mungil. Dira Si Cabe Rawit..!. Apa kabar?." Kali ini, Dira malah tersenyum lebar. 

Pekanbaru, 16 Agustus 2016

***

Bionarasi

Asih Drajad Lumintu, tinggal di Pekanbaru. Perempuan berlatar Pendidikan Bahasa Arab IKIP Jakarta dan Pendidikan Islam UIN Suska Riau ini, mulai menekuni dunia tulis menulis belakangan ini. Ia menggagas Kelas Perempuan Menulis di Komunitas Ceria (Cita Perempuan Indonesia) secara online. Kreasi tulisannya bisa dilihat di: http://Instagram.com/komunitasceria.  Atau www.mompembelajar.com

Perempuan Menulis


Related Posts

Posting Komentar