Blog Perempuan Menulis

Cerpen: Semua Karena CintaNya

Posting Komentar

 SEMUA KARENA CINTANYA

Oleh: Vitri Widyakotala

www.perempuanmenulis.com

           Namanya Ayu. Nama yang sederhana yang terdiri dari tiga huruf.

          “Namamu Ayu, nama yang sederhana namun mempunyai makna yang luas,” bunda menyampaikan.

          “Nama asal daerahmu Indonesia, bukan nama kebarat-baratan yang mempunyai arti cantik,” lanjut bunda menjelaskan dengan logat sundanya yang khas.

          “Mempunyai makna bukan saja cantik dari luar tapi inner beauty juga,” kata beliau sambil memeluk diri Ayu. 

Mempunyai kepribadian dan akhlak yang cantik itulah yang utama.

          Setelah ngobrol dengan bundanya, Ayu bersiap-siap untuk istirahat supaya tidak telat masuk sekolah.

          Suara azan yang terdengar dari masjid dekat rumah dan ramainya orang-orang menuju ke masjid adalah hal yang biasa di desa tempat tinggal Ayu. Setelah salat Subuh, banyak terdengar orang berjualan. Tukang bubur ayam dengan suara hentakan sendok ke piring, suara ibu yang menjajakan awug dan kue tradisional lain yang disimpan di atas tampah  yang dibawa di atas kepalanya pun terdengar. Suasana di desanya sudah ramai. Banyak orang yang sudah mulai keluar dari rumahnya untuk melakukan kegiatan masing-masing. 

          Sebelum ke sekolah, Ayu sarapan terlebih dahulu. Sarapan nasi goreng dengan telur mata sapi dan kerupuk aci adalah sarapan kesukaannya. 

         ”Alhamdulilllah, nasi gorengnya enaaaak banget. Terima kasih bunda, nasi goreng buatan bunda, mantap banget“, Ayu berkata pada bundanya dengan girang. 

          Sarapannya disiapkan oleh bundanya yang dimasak di dapur yang sangat sederhana yang masih menggunakan tungku kayu bakar. Meski pun di rumah-rumah yang lain sudah menggunakan kompor minyak, nenek masih senang memanfaatkan memasak dengan tungku kayu bakar walau pun harus bersiap-siap menghadapi mata yang akan merasa perih dan penuh asap. Ayu mendapat giliran masak di akhir pekan di saat tidak ke sekolah.

          Ayu berangkat ke sekolah diantar ojeg langganannya karena rumah neneknya jauh dari jalan raya. Ayu tak pernah bosan dengan melihat pemandangan sekitar yang hijau dan sangat sejuk. Ladang padi di sebelah kiri dan kanan. Tampak pula pohon kelapa yang menjulang tinggi dengan buahnya yang jika masih muda sangat enak di makan begitu saja dengan air kelapanya yang enak akan membuat tenggorokan menjadi segar, pohon pisang yang sudah tampak jantung pisangnya, pohon singkong yang berjejer, dan tak ketinggalan pula pak tani yang sedang membajak sawah, sehingga perjalanan naik motor walau pun dengan jalan yang masih berbatu tak terasakan!

          “Mang Udin, tong hilap, engke ngajemput deui jam 13, nya,” Ayu menyampaikan pada mang Udin.

          “Muhun, neng,” Jawabnya.

          Setelah keluar SMA dan kuliah, Ayu mendapat kerja di Paris Van Java. Ayu senang banget bisa dapat kerja di Bandung meski suasananya akan sangat berbeda. Ayu mengontrak rumah dan pulang pergi ke tempat kerja dengan angkutan umum. Tentu saja banyak perbedaan tinggal di desa dengan di kota. Di tempat yang sekarang lebih banyak penduduk dan jumlah kendaraan. Ayu harus bangun jauh lebih pagi supaya tidak terlambat.

          Angkutan umum selalu merangkak di jalan. Belum lagi jika ada orang yang mau naik, mobilnya menepi dengan menyalip seenaknya atau mobilnya bisa menepi di jalan dengan lama karena menunggu penumpang. 

          “Perlu KTT nih“, Ayu mengeluh.

          “KTT itu apa?” 

         “Apa hubungannya dengan angkot?”, rekan Ayu bertanya dengan penuh keheranan, sambil mengeryitkan dahi.

          “KTT itu singkatan dari Kesabaran Tingkat Tinggi, buuu,” Jawab Ayu sambil cemberut.

         Di tempat kerja Ayu bertemu dengan belahan jiwanya dan mereka pun menikah, kemudian mereka pindah tinggal di luar negeri karena suami Ayu mendapat tugas bekerja di sana.

          Ayu tak menyangka akan meninggalkan tanah air dan tinggal di tempat yang berbeda dan sangat jauh ke belahan bumi yang lain. Menaiki pesawat tak pernah terbayangkan oleh Ayu sedikit pun. Hanya pada saat dia belia, ketika Ayu melihat pesawat, dia selalu berkata, “Dadah kapal, dadah kapal,” sambil melambaikan tangan ke pesawat yang dia lihat dari langit yang nampak kecil tapi suaranya keras.

          Ayu senyum sendiri dan kaget oleh tepukan tangan yang lembut di pundaknya. “Sayang kok senyum-senyum sendirian?” 

          “Ngga ngebagiin ke Mas?”, suaminya berujar.

          “Mas kepo, ah,” jawab Ayu.

          Pengalaman pertama Ayu naik pesawat, take off, landing, bisa nonton film yang berada di layar kursi di depannya, turbulence, transit, semua adalah hal yang baru. Berada di atas awan, melihat rumah-rumah dan bangunan semua tampak kecil dan laut dari ketinggian dan Ayu takjub saat melihat pemandangan dari atas ladang-ladang yang putih bak hamparan permadani yang sangat besar dan salju yang turun sebelum mendarat di belahan bumi Eropa.

          Sampailah mereka berdua di apartemen yang sudah disediakan oleh suaminya sebelumnya ketika hari sudah gelap. Apartemennya tidak terlalu besar namun bersih dan rapi. Sesampainya di dalam, Ayu hanya bisa fokus pada pemanas ruangan supaya bisa menghangatkan tubuhnya yang menggigil kedinginan. Ayu sudah tidak kuat dengan dinginnya udara di negara baru itu. Dingin yang sangat seolah menusuk-nusuk  badannya. Ayu hampir pingsan, badannya hampir terjatuh di atas hamparan salju saat sebelum masuk ke dalam rumah. Ayu menghangatkan diri di tempat tidur dekat pemanas ruangan dan ditutupi selimut, kemudian suara telefon rumah berdering:

          “Assalamu’alaikum,” suara seorang pria terdengar karena speaker telepon dinyalakan.

          “Wa’alaikumussalam,” Suami menjawab. 

          “Oh, pak Nur. Alhamdulillah kami sudah sampai di rumah,” jawabnya riang.

          Setelah pembicaraan selesai, pak Nur tiba di tempat kami. Rupanya pak Nur menelepon dari kendaraannya yang sudah diparkir dekat apartemen kami.

          Ayu sudah sangat capai dengan perjalanan di atas awan melewati samudra dan perjalanan yang ditempuh selama 17 jam dari awal perjalanan sampai ke tujuan pun melawan dingin, tak terasa Ayu tertidur.  Ayu merasakan jetlag.  Rupanya pak Nur tak sendirian. Teman-teman suaminya datang juga dan membawa banyak makanan. Rupanya makanan itu adalah dari para istri yang sudah lebih lama tinggal di negara bagian Bavaria. Ayu dan suaminya sampai hari Minggu dan toko-toko tutup pada hari Itu kecuali beberapa kedai cepat saji dan restoran ada yang buka.

          Sesudah bangun di esok harinya, Ayu takjub dan terharu dengan perhatian teman-temannya di perantauan. Ayu tak perlu memasak. Dia bersyukur bisa makan makanan yang banyak yang sudah tersedia di meja, sebagai perhatian dari teman-temannya yang belum dikenalinya. 

          Suami Ayu tidak bisa melewatkan untuk tidak ke kantor di hari Senin walau pun masih capai juga setelah melakukan perjalanan yang cukup lama.

          ”Ngga apa-apa ya ditinggal sendiri. Mas nanti pulangnya cepat kok", kata suami Ayu. 

          Ayu ditinggal sendirian di rumah. Terasa sepi sekali.  Tak ada suara azan, tak ada suara orang yang berjualan. Semua terasa sangaaat berbeda.  Yang terdengar oleh Ayu hanya suara detak jam dinding. Ayu tak melewatkan untuk menelepon Bunda dan neneknya melalui  telepon Whatsapp 

          Di tempat tinggal yang jauh dari tanah air memang sangat berbeda. Berbeda dari suasana saat di tanah air. Pertama dari segi cuaca yang akan menjadi empat musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Perbedaan waktu dari area Eropa dan Indonesia yaitu sekitar lima dan enam jam. Di musim dingin gelapnya lebih lama sementara di musim panas terangnya lebih lama. 

          Alat transportasi umum yaitu tram dan bis juga taksi kemudian scooter elektrik. Angkutan umum akan berhenti di halte yang disediakan. Semua lebih teratur dibandingkan dengan di tanah air. 

          Ketika ada mobil ambulan lewat,  kendaraan akan segera menepi sehingga akan sangat memudahkan mereka sampai ke tujuan dalam keadaan darurat.

          Alhamdulillah ada toko daging halal dan toko asia sehingga tidak akan begitu kangen dengan olahan dari tanah air dan ada toko Indonesia di kota lain. Tentunya harganya lebih mahal tapi setidaknya bisa mengobati rasa kangen.

          Di perantauan banyak juga orang Islam terutama dari Turki dan banyak jenis usaha yang dikelola oleh mereka karena mereka adalah imigran terbanyak sejak lama

          Di perantauan ibu-ibu dituntut untuk bisa sering masak karena tidak banyaknya restoran bersertifikat halal namun hal itu menjadi hal yang positif sehingga banyak olahan yang ketika di tanah air bisa dipesan dengan mudah begitu saja, di perantauan jadi lebih tahu cara olahan dibuat.

          Akhirnya Ayu bisa bertemu dengan teman-temannya. Di perantauan Ayu bersyukur karena kegiatan keagamaan ada. Pengajian ibu-ibu dan anak-anak pun ada. Salat Ied dan hari raya  dia lakukan dengan komunitas muslim Indonesia di kota lain. Di perantauan alias di luar negeri Ayu banyak mendapat kenikmatan beribadah. Lebih banyak mengaji dan hari-hari ketika dia beraktivitas di rumah, tidak dilewatkan Ayu hanya dengan mendengarkan suara detakan jam dinding tapi dia manfaatkan dengan mendengarkan Murottal yaitu rekaman suara Al-Qur’an yang dilagukan oleh seseorang qori atau qoriah yang dia install di HP-nya. Lebih banyak mengkaji ilmu agama Islam baik dari youtube, pertemuan melalui zoom atau pertemuan tatap muka, yang jarang dia lakukan sebelumnya. Selain itu Ayu mengikuti kursus bahasa Jerman di level A2 sampai B1, melanjutkan kursus yang sebelumnya dilakukan sebelum ke Jerman yaitu di level A1 sebagai persyaratan dalam mendapatkan visa juga belajar bahasa Jerman melalui youtube.

          Ayu bersyukur bahwa gotong royong, saling memberi perhatian sesama warga Indonesia masih terasakan di perantauan. Jika ada sanak keluarga yang sakit atau pun ada salah satu sanak keluarga yang sedang ada keperluan ke Indonesia, dan meninggalkan anggota keluarga yang lain di sini, dibuatkan jadwal untuk memberi makanan secara bergiliran pada keluarga yang ditinggalkan. Nikmat paling berharga selain iman dan Islam adalah memiliki teman atau saudara yang membawa pada kebaikan dan cinta seluas langit.

April 2022

***

Bionarasi

Vitri Widyakotala adalah seorang ibu rumah tangga yang mencoba memanfaatkan kesempatan dari Grup Mamakologi untuk menuliskan idenya melalui penulisan Cerita Pendek. Semoga cerita yang telah dituangkan dapat menginspirasi banyak orang.

Dari buku Antologi Cerpen Cinta Seluas Langit(Haura Publishing, Juni 2022

Related Posts

Posting Komentar