Blog Perempuan Menulis

Cerpen : Kepulangan Ayah

Posting Komentar

Oleh: Nurhy Niha

www.perempuanmenulis.com

       Di luar kamar perawatan ayah Iqram sangat ramai, dan hiruk pikuk  Aktivitas rumah sakit, suara dorongan brankar, dan ambulan silih berganti. Bau khas rumah sakit yang menyengat tak memudarkan kebahagian Iqram yang bisa meluapkan rasa rindu kepada ayahnya. Satu bulan lamanya tak bertemu hanya bertukar cerita lewat telepon, membuat Iqram seolah lupa bahwa dia berada di rumah sakit. Demikian rindu pada sang ayah, Iqram sampai-sampai membawa playstation agar bisa bermain bersama.

       “Ayah….. aku datang, ” seru Iqram bahagia

       “Ayah, lihat aku bawa PS jadi kita bisa main bersama, ” tambahnya

       Sang ayah hanya tersenyum dan seolah tak ingin membuat anaknya kecewa. Ayah Iqram membuka tangannya untuk bisa berpelukan. Iqram bingung kenapa ayahnya diam saja tidak menyambutnya.

      “Ayah kenapa diam saja? Mengapa tidak berlari menghampiriku?, ” tanya Iqram kecewa

       Deg, dalam hati ayah berdoa, ”Ya Allah izinkan aku memberikan kenangan manis untuk anakku, berikanlah aku kekuatan menahan sakit ini, aku tidak ingin anakku kecewa. ”

       Dalam suara yang lemah ayahnya mejawab “Sayang maaf ya, ayah masih sakit jadi ayah harus tiduran di kasur. ”

       “Iqram, kamu bawa baju lebaran ayah? Boleh ayah lihat, ” sambung ayah

       “Bawa dong ayah, selain bawa baju ayah, aku juga bawa baju lebaran punyaku dan punya ibu. Seperti permintaan ayah. Anak saleh harus patuh pada orang tua, betulkan ayah?,” cerocos Iqram

       “Pandainya anak ayah nih,” puji ayah

       “Bagaimana kalau kita semua pakai baju lebarannya?,” tawar ayah

       Iqram bingung kenapa baju lebarannya minta dipakai sekarang. Padahal lebaran masih beberapa hari lagi. Karena tidak ingin membuat ayahnya kecewa Iqram menurut dan berganti baju.  Ayah, Iqram dan ibu berganti baju bergantian.

       “MasyaAllah gantengnya anak ayah. Bagaimana kalau kita berfoto?,” ajak ayah

       “Bu, fotoin kita berdua ya!. Ayah mau foto sama anak ayah yang ganteng.ini,” pinta ayah

       Sebelum berfoto Iqram merasa heran tak biasanya sang ayah minta berfoto, ayahnya sangat anti kamera. Jika diingat hanya sedikit foto ayahnya. Permintaan ayahnya sangat tak wajar minta dibelikan baju lebaran, minta berfoto bersama. Terakhir saat menelepon, ayahnya minta Iqram menghafalkan surat Al-Fatihah dan beberapa doa. Entah kenapa Iqram merasa ayah tidak ingin melepaskannya, selalu memeluknya seolah takut kehilangan.  Erat sekali sang ayah memeluk Iqram sampai ia tak tahu keberadaan ibunya.

       Waktu salat pun tiba. Ayah mengimami mereka salat berjemaah. Ayah membaca surat panjang sekali, sampai Iqram pegal berdiri.  Setelah selesai,ayah memimpin doa. Ayah menangis tersedu-sedu, entah apa yang ayah minta sampai ayah menangis. Ayah mencium, dan membawa Iqram dalam pelukannya. Dalam pelukannya ayah berkata ,

       “Iqram harus selalu nurut sama ibu, selalu jaga ibu.  Dan Iqram harus doain Ayah, karena doa anak saleh yang bisa bawa orang tuanya ke surga." Iqram mengangguk mendengar nasihat ayahnya.

        "Oh iya, ayah suruh Iqram hafal surat Al-Fatihah, kan? Boleh ayah dengar?,” pinta ayah  tiba-tiba. 

       Suasana menjadi syahdu seolah tak ada siapapun kecuali Iqram dan ayah. Iqram membaca surat Al-Fatihah dengan terbata-bata sampai selesai. Ayah meneteskan air mata dan memeluk Iqram kembali dan menciuminya sambil menangis. Iqram semakin tak mengerti kenapa ayahnya cengeng sekali hari ini. Apakah rumah sakit merubah ayahnya?

       “Iqram harus banyak baca surat Al-Fatihah untuk ayah ya... !. Ayah akan selalu ada untuk Iqram.  Ayah sayang Iqram," kata ayah dalam tangisnya

       “Iqram juga sayang ayah, pokoknya setiap selesai salat, Iqram akan berdoa untuk ayah supaya ayah bisa cepat pulang,”  jawab Iqram dalam peluknya

       “Ayah pasti pulang sebelum lebaran, kita akan berkumpul sayang.  Sekarang Iqram pulang ke rumah tunggu ayah, dan jangan lupa bacakan Al-Fatihah untuk ayah,” pesan ayah

       “Siap Ayah. Oh iya kita belum main PS, kan?.  Iqram sudah lama tidak bermain bersama, ” Iqbal bertanya

       “Nanti Iqram main sama teman di rumah ya.  Sekarang Iqram pulang, sebentar lagi waktunya habis.”

       Iqram akhirnya pulang. Rasanya masih belum puas menikmati waktu bersama ayahnya. Apalagi sekarang ibunya tidak ikut pulang bersama, dia pulang bersama neneknya. Dalam perjalanan pulang terbayang suasana pertemuan bersama ayahnya. Rasanya seperti lebaran,  memakai baju baru, salat bersama, berfoto dan ayah memberikan nasihat sambil menangis.  Iqram lantas teringat pesan ayahnya, hingga dalam perjalanan ia pun membacakan surat Al-Fatihah agar ayahnya cepat pulang.

       Panas terik matahari semakin menambah rasa haus. Iqram kerap berlama-lama saat berwudu agar tidak terlalu haus. Terasa ada sensasi dingin di tubuh. Tahun kemarin kalau ia tidak kuat, pasti langsung minta buka puasa saat azan Zuhur. Namun, kali ini Iqram bertekad akan puasa sampai magrib. 

       "Masa sudah besar, tetapi masih setengah hari puasanya?, " bisik hatinya. 

       Bagi seorang anak yang baru berusia enam tahun, tidak mudah untuk berpuasa sampai magrib. Setiap rasa haus atau godaan lainnya datang, Iqram selalu ingat janji ayahnya.  Kalau bisa puasa selama satu bulan tanpa batal, Iqram akan disunat dengan acara khitanan yang meriah. Mengingat hal itu membuat Iqram bertambah semangat puasanya. Ia berusaha finish puasanya  sampai magrib.

       Kegiatan Ramadan kali ini membuat Iqram sangat sibuk. Pagi mulai berangkat sekolah TK, dilanjut aktivitas siangnya mengaji di TPA, dan sore hari sambil menunggu waktu berbuka, Iqram tadarus Al Qur'an.  Hampir seluruh waktu puasa Iqram dilakukan di luar rumah.  Rasa lelah menerpa, membuatnya kerap mengeluh kepada ibu. Namun, ibu selalu bilang, 

       “Setiap perbuatan baik yang dilakukan di bulan puasa itu pahalanya dilipatgandakan. ”

       Sebenarnya ibu Iqram sengaja membuat penuh kegiatan puasa Iqram.  Beberapa hari sebelum Ramadan, ayah Iqram sakit sehingga harus dirawat.  Iqram teramat sedih karena tidak bisa melewati puasa full pertamanya bersama sang ayah.  Saat anak-anak lain ngabuburit mencari takjil bersama ayahnya, Iqram berada di mesjid  tadarus bersama ibunya. Terkadang buka puasa pun dilakukan di mesjid. Terus berlanjut salat tarawih. Semakin sedikit waktu Iqram di rumah. Bisa dibilang Iqram di rumah hanya untuk istirahat tidur.

       Satu, dua hari Iqram kuat menahan rasa rindu pada ayahnya. Semula ada jadwal rutin untuk bertukar kabar lewat telepon, tetapi beberapa hari ini ayah sangat sulit untuk dihubungi.  Iqram merasa khawatir, takut sakit ayahnya bertambah parah. 

       "Kok ayah belum telepon juga ya, Bu? Ilham kangen ini? ".

Ibunya hanya menjawab, 

       “Ayah sedang sakit jadi harus banyak istirahat”

       “Mengapa ayah tidak istirahat di rumah saja?,” tanya Iqram polos

       “Sayang, Iqram tahu, kan kalau ayah di rumah pasti ayah tidak bisa diam. Entah bermain dengan Iqram, pergi ke kebun atau mengerjakan hobi ayah, jalan-jalan naik motor kesayangannya, ” jawab ibu sambil mengelus kepala Iqram

       “Aku sangat rindu pada ayah, beberapa hari ini ayah tidak meneleponku. Aku sedih, rasanya, ada yang kurang jika tak mendengar suara ayah,” keluh Iqram hampir menangis

      “Huaaaaaaa…. Aku rindu ayah,” tangis Iqram pecah

       Suasana menjadi hening, sunyi dan dingin. Suara tangisan Iqram sangat menyakitkan. Kerinduan terpendam yang entah kapan bisa tersalurkan. Tanpa tahu mau berkata apa, lidah ibu pun serasa kelu.  Sungguh,  ibu juga rindu kehadiran ayah di saat Ramadan seperti ini.  Terasa sulit melewati ini semua, ingin sekali menangis bersama. Akhirnya sebuah pelukan hangat ibunya membuat Iqram sedikit tenang. Pelukan itu membuat keduanya tenang. 

       Dalam pelukan Iqram mengungkapkan isi hatinya 

       “Aku mau menelepon ayah. Aku mau bilang kalo aku bisa puasa sampai magrib, mengaji tadarus Al Qur'an. Ikut tarawih sampai akhir, tetapi kenapa ayah tidak pulang-pulang.?”

       “Apa karena aku belum hafal surat Al-Fatihah, jadi ayah tidak meneleponku?, ” tanya Iqram penasaran.

       “Memangnya ada apa dengan surat Al Fatihah?,” kata ibunya bingung

       “Saat terakhir menelepon ayah tanya, apakah Iqram hafal surat Al Fatihah?  Iqram belum hafal suratnya. Huaaaaa….,” tangis Iqram pecah

       “Kalau gitu Iqram hafalkan surat Al Fatihah, setelah itu nanti kita beli baju baru dan kita akan tengok ayah di rumah sakit, ” jawab ibu bijak

       “Siap ibu..! Aku akan hafalkan suratnya. Rasanya tak sabar bertemu ayah, ” seru Iqram senang

       Suasana hati Iqram mulai membaik dan Iqram mulai menghafalkan surat Al-Fatihah. Beberapa hari sebelum Ramadan usai, Iqram dan ibunya membeli baju lebaran, dan membuat kejutan membesuk ayahnya di rumah sakit. 

      Semalaman Iqram tidak bisa tidur karena terlampau senang  ingin bertemu ayahnya. Iqram dan ibu membeli satu set baju muslim yang sama untuk keluarga mereka. Dalam perjalanan, Iqram mengulang-ulang bacaan surat Al Fatihah-nya. Pertemuan yang ditunggu-tunggu pun terjadi. Begitu banyak kenangan yang tercipta dan tersimpan rapi dalam benak Iqram. 

       Sekembalinya Iqram dari membesuk ayahnya, suasana rumah semakin sepi. Sekarang giliran ibunya yang merawat ayahnya. Iqram ingat kembali pesan ayahnya yang ingin dibacakan Al- Fatihah selepas tarawih. Bahkan di tempat tidur, matanya sulit terpejam. Rasa rindu datang, dan membuatnya terjaga. Dingin malam terasa semakin sunyi dan gelap, terpaksa ia tidur kembali, karena harus bangun sahur nanti. 

       Iqram tertidur, hingga tak sadar suasana di luar kamar yang ramai menyambut kepulangan ayahnya. Ayahnya benar-benar pulang. Sanak saudara serta tetangga terdekat menyambutnya dengan doa-doa. Suara alarm handphone membangunkan tidur Iqram. Ia belum sadar betul kejadian di luar kamar, karena sudah tertidur lagi. Nenek masuk, membangunkan Iqram dengan usapan lembut. 

       “Sayang, bangun..!. Ayah sudah pulang dan menunggu Iqram di luar, ” bisik nenek. Iqram langsung terjaga dan segera ke luar kamar. Ayahnya kini benar-benar pulang. Namun, Iqram heran kenapa ayahnya masih memakai baju lebarannya. Kenapa banyak orang di rumahnya? 

       Dalam kebingungan Iqram mencari ibunya, "Kenapa ayahnya tidur di kelilingi banyak orang?. "

       Kebingungan Iqram bertambah, karena tiba-tiba baju lebaran ayahnya digunting.  Ayahnya yang bertelanjang dada dibopong ke luar rumah. Satu persatu orang menyirami tubuh ayahnya. 

       Kakek memberikan gayung berisi air pada Iqram agat ia memandikan ayahnya. 

       “Ayahmu pulang Iqram. Ayahmu pulang…,” suara ibu dari belakang. Ibu memeluk Iqram, dan berbisik 

        “Bacakan Al-Fatihah untuk ayah. Kita sekarang sudah bisa berkumpul lagi, tak akan berpisah.  Mulai besok hari, kalau Iqram rindu ayah, bacakan Al-Fatihah ya sayang.. "

***

Bionarasi

Nurhy Niha, nama pena yang digunakan oleh Yeni Nur Hafifah. Seorang wanita yang lebih suka mendengarkan daripada membaca. Sejak SMP sering menuangkan cerita kehidupannya dalam buku catatan harian. Tidak terlalu menyukai pelajaran bahasa, tetapi setiap pelajaran bahasa sering ditunjuk untuk membaca atau membuat cerita.

Awal pandemi menjadi awal mendalami dunia penulisan dengan mengikuti berbagai kelas entah menulis opini agar bisa masuk surat kabar atau menulis cerpen dalam sebuah buku antologi. Buku pertamanya berjudul Antologi Harmoni Khitbah keluar tahun 2021 kemarin, dan sekarang mengulang kembali untuk membuat sebuah cerita.

Dari antologi cerpen KUKIS (Kumpulan Kisah) Ramadan  (Komunitas Seni Digital Kolaboratif dan Perempuan Menulis- Komunitas Ceria; Haura Utama; Mei 2022)

Related Posts

Posting Komentar