CINTANYA TERPAUT DI KAMPUS
Oleh : Ria Indriati
Sore itu langit masih cerah. Burung berkicau, dan terbang dari satu batang pohon ke batang lainnya. Namun sore itu berbeda bagi Dahlia, gadis cantik berperawakan 160 cm, berkulit putih, dan bermata sipit. Dahlia mahasiswi tingkat akhir yang sekitar satu bulan lagi akan diwisuda. Dirapikannya jilbab peach warna kesukaannya. Seharian ia tidak keluar kamar kos, hanya merenung dan mencurahkan isi hatinya dalam hamparan sajadah di ruang gelap, karena gorden jendela tertutup rapat. Mimi sahabat Dahlia, gadis kuning langsat pemilik lesung pipit yang indah merasa cemas, Dahlia tidak keluar kamarnya sejak tadi pagi. Biasanya Dahlia selalu bangun lebih pagi dibandingkan teman-temannya. Ia selalu membangunkan teman-teman satu kos-an untuk salat Subuh berjemaah. Merutinkan olahraga pagi bersama, walaupun hanya senam jantung sehat. Dahlia merupakan ‘presiden’terpilih di kost-an perempuan Asiyah. Dahlia mahasiswi berprestasi di tingkat Fakultas dikenal ramah, mempunyai hobi membaca dan memasak.
“Ada apa dengan Dahlia?, " tanya Mimi
Berkali-kali Mimi mengetuk pintu, tapi tidak ada suara yang menyahut.
*
Satu Agustus 2005, di jalan kampus Bandung, Dahlia berjalan menuju sebuah musala yang nyaman di Fakultas Peternakan. Dahlia mampir untuk melaksanakan salat Asar. Musala yang begitu wangi, karpet yang empuk dan suasana yang tenang tetiba menjadi sangat ramai karena ada kajian dari DKM Al-Ikhlas. Adam diundang oleh Dani untuk memberikan kajian tentang leadership untuk anggota DKM. Dani sebagai Ketua DKM selalu membuat terobosan acara agar setiap anggota memiliki kemampuan leadership yang baik. Adam mahasiswa Geodesi 2005, berusia dua puluh tahun, berkacamata, berambut lurus belah samping, berkulit putih dan berbadan tegap tidak terlalu tinggi, menjadi Ketua BEM dan sangat terkenal, juga disukai oleh kalangan mahasiswi. Namun Adam tetap tenang, dan sama sekali memberikan harapan palsu kepada setiap mahasiwi yang tidak memberikan perhatian lebih. Adam mencoba menjaga kehormatan diri dan juga mahasiswi lainnya, sehingga Adam selalu disegani dan dihormati. Dahlia tidak sengaja saat itu tertarik dengan materi yang disampaikan Adam.
"Kepemimpinan membuka kesempatan kepada kita agar orang lain menjadi lebih baik. Seorang pemimpin harus mempunyai kerendahan hati, dan kesadaran bahwa amanah yang diemban saat ini akan dipertanggungjawabakan di akhirat nanti." Dengan membara Adam menyampaikan pesan-pesan kepemimpinan.
"Amanah saja dijaga, apalagi kita," bisik seorang mahasiswi yang duduk di sebelah Dahlia.
Dahlia tersenyum dan pergi meninggalkan musala untuk melanjutkan perjalanan pulang.
Beberapa minggu kemudian Dahlia pergi ke Center Point Mahasiswa. Ia hanya tersimpul malu, dan mengepalkan tangan dan berkata kepada hatinya.
“Hanya ada 2 pilihan, Bergabung di BEM tetap fokus pada tujuan, tanpa ada alasan seseorang atau mundur agar menjaga hati."
Akhirnya Dahlia memilih maju untuk bergabung dan berkontribusi. Adam pada saat rapat tak sengaja melihat paras Dahlia. Kejadian itu membuat dingin tubuh Adam dan jantung berdetak lebih kencang, dengan menunduk Adam beristigfar sebanyak mungkin. Dahlia yang berbeda jurusan maupun Fakultas dengan Adam tidak ada kesempatan untuk berbicara maupun berdiskusi karena kesibukan masing-masing. Dahlia hanya anggota BEM bukan koordinator bidang yang sering mengikuti rapat. Setiap ada kesempatan rapat besar, Dahlia hanya hadir beberapa kali dan ia pun selalu izin kepada ketua bidang untuk meninggalkan rapat umum karena Dahlia harus mengajar les bimbingan belajar matematika.
Dani adalah mahasiswa Peternakan 2005, sahabat Adam yang sangat baik. Dani memiliki paras yang tampan berkulit sawo matang, berbadan tinggi dan tegap. Seringkali membuat penasaran beberapa ibu-ibu di sekitar kampus. Penasaran akan ketampanan dan kebaikan Dani, apakah sudah punya calon atau tidak. Jika tidak, mereka berbondong-bondong ingin mencarikan dan menjodohkan untuk anak atau koleganya.
Dani dan Adam adalah sahabat yang baik sejak masuk awal kampus tingkat satu. Mereka di luar terlihat biasa saja seperti tidak kenal namun mereka adalah sahabat karib. Dua tahun berlalu Adam dan Dani fokus dengan skripsi dan tugas akhirnya masing-masing. Di berbagai kesempatan Adam selalu diundang menjadi narasumber yang diidolakan mahasiswa saat itu. Semuanya berjalan lancar baik akademisi, maupun organisasi dapat dilalui dengan baik dan mengagumkan. Baik nilai secara tertulis di transkip nilai semesteran maupun keahlian leadership di dalam organisasi. Dani yang menjadi sahabat karibnya selalu tahu apa yang menimpa sahabatnya. Namun urusan hati Dani tidak pernah tahu sebelum Adam sendiri yang berani bercerita.
"Dani kamu tahu, Ada seorang mahasiswi yang aku sukai."
"Oh ya, Siapa dia"?.
"Kamu tahu mahasiswa Ilmu gizi ? mahasiswi berprestasi tahun 2007."
"Tahu.....Dahlia ya.....Wah bener-bener. Banyak yang suka sama kamu kenapa Dahlia yang menaklukkan hatimu?"
"Entahlah setiap melihatnya, selalu ada yang aneh di hatiku".
"Bagaimana jika kita berkonsultasi dengan Ustaz? Ta'aruf saja." Dengan lantang dan semangat Dani memberikan saran.
"Aku ragu, Dahlia mau menerima aku atau tidak?".
"Coba saja, bagaimana kita tahu dia menerima atau menolak jika kita tidak mencobanya?. "
“Biarkan sajalah Dan, aku fokus skripsi dulu dan istikharah. Konsultasi ke Ustaz setelah aku selesaikan semuanya."
Di perpustakaan kampus, Dahlia hampir selesai menyelesaikan skripsi yang sedang diperjuangkannya. Adam sedang mencari literatur tugas akhir, tidak sengaja menabrak Dahlia sehingga buku yang dipegang jatuh dan berhamburan. Mereka terkejut bersama, dan saling membantu mengambil buku yang berjatuhan di lantai.
“Maaf, maafkan saya, Nona .” Suara Adam yang tegas dan khas terdengar familiar oleh Dahlia.
“Tidak apa- apa, Mas.” Adam pun tanpa sengaja melihat paras wajah yang tidak asing lagi.
“Dahlia ya. Mahasiswi Ilmu Gizi Tahun 2005 .”
“Iya, Mas.” Dahlia tertunduk malu.
Di meja perpustakaan yang jaraknya sekitar sepuluh meter, mereka duduk di depan laptop masing-masing. Berusaha fokus dengan tugas masing-masing, tetapi hati tidak bisa dibohongi. Kedua hati anak Adam itu bagaikan bunga yang bermekaran. Mimi yang duduk berhadapan dengan Dahlia sempat bingung melihat pipi Dahlia yang kemerah-merahan. Adam mengetik tugasnya merasakan sentuhan keyboard seakan-akan menari-nari berbagai huruf di layar microscoft word.
Adam menemui ustaz Bakhtiar guru mengaji yang sangat bijaksana dan santun. Adam mengutarakan isi hatinya kepada ustaz tentang perasaannya kepada Dahlia. Tanpa sengaja ternyata Dahlia biasa taklim mengaji dengan ustazah Rumi, istri ustaz Bakhtiar. Selang beberapa minggu terjadilah proses pertukaran biodata diri. Biodata diri bermanfaat untuk bisa lebih jelas melihat gambaran visi, misi dan kepribadian masing-masing.
Seminggu kemudian sesuai nasihat ustaz Bakhtiar dan Ustazah Rumi. Dahlia pulang ke rumahnya yang berada di Semarang, mencoba menjelaskan kepada orangtuanya bahwa akan ada seorang lelaki yang akan menemui kedua orangtuanya.
“Dahlia bagimana seminar skrisipmu, apakah tahun ini jadi kamu di wisuda, Nak,” tanya ibunya.
“Mengapa kamu mendadak pulang, bukannya tanggung beberapa bulan lagi mau wisuda,” tambah Pak Drajat sambal menyeruput wedang jahe.
“Bapak, Ibu maaf Dahlia pulang karena ada sesuatu yang ingin Dahlia bicarakan,” balas Dahlia
“Seminar lancar, Bu dan wisuda sudah didaftar. Bulan September Ibu dan Bapak bisa hadir ke Bandung,” tambah Dahlia.
“Ya ampun, Nak kalau hanya itu yang ingin disampaikan cukup telepon saja. Tidak usah datang jauh-jauh, kasihan kamu,” jawab bu Sukma ibunya.
“Tidak bu, saya mengenal anak ini. Sepertinya ada yang lebih serius sehingga dia datang ke rumah,” bantah Pak Drajat ayahnya.
“Benar Bapak ibu, sebenarnya besok akan ada yang datang ke rumah kita. Seorang lelaki baik, sholih yang akan bersilaturahmi ke rumah kita,” Dahlia menjelaskan.
“Beneran, Nak.” Ibu Dahlia tampak begitu senang.
“Pak kita siap-siap menyambut tamu istimewa,” canda Bu Sukma membuat suasana semakin cair.
“Tamu istimewa apanya ? Kita belum tahu bebet bobot, bibit dan orangnya,” tegas Pak Drajat.
Dahlia hanya menarik napas dalam-dalam, berharap semua baik-baik saja. Dalam salat tahajud, Dahlia beristigfar sebanyak-banyaknya dan memohon kepada Allah untuk diberikan yang terbaik apa pun keputusan Allah nantinya. Baginya bisa bertukar biodata dengan mas Adam merupakan hadiah dari Allah karena saling mengagumi dalam diam, dijawab dengan keseriusan dalam ikatan yang lebih halal.
Pagi hari mobil mewah sudah ada di depan rumah Dahlia. Dahlia terkejut kalau mas Adam mengendarai mobil sendirian dari Bandung ke Semarang. Muka Adam yang pucat menjadi segar kembali setelah melihat rumah Dahlia. Dahlia yang melihat di jendela kamar mencoba tenang, menunggu dipanggil kedua orangtua saja.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Adam memberikan salam hormat
“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Bapak tamu kita sudah datang,” teriak Ibu Sukma yang sangat senang.
“Silahkan masuk, Nak dan duduk,” sambut Ibu Sukma.
Bapak Drajat yang berdiri, sedikit tidak nyaman saat bertemu dengan Adam karena kesan pertama yang dirasakan pak Drajat tidak sama dengan yang dirasakan istrinya. Adam dengan sopan dan berkarisma membawakan cenderamata buah dan juga makanan untuk kedua orangtua Dahlia, disambut hangat oleh bu Sukma dan dianggap biasa saja oleh pak Drajat.
“Siapa namamu dan apa maksud kedatangan mu?,” tanya Pak Drajat. Ibu Sukma yang mendengar dari dapur merasa cemas karena biasanya suaminya sangat ramah dan santun walau terlihat tegas. Mungkin hanya sedikit gugup saja ujar ibu Sukma dalam hatinya sama seperti yang dirasakannya. Ibu Sukma menghidangkan teh hangat dan pisang goreng serta nasi kuning.
“Saya Adam Pak, maksud kedatangan saya adalah untuk bersilaturahmi kepada Bapak Ibu karena saya punya maksud serius untuk mendapatkan restu dari bapak ibu untuk meminang Dahlia.” Adam menjawab pertanyaan pak Drajat.
“Kamu sudah lulus belum, sudah bekerja belum , mengapa kamu menginginkan Dahlia, Kamu datang dengan kendaraan pribadi sendirian?.” Layangan pertanyaan dari pak Drajat membumbung tinggi.
Adam mulai bercucur keringat dan pucat, Ibu Sukma mulai bingung dan cemas , Dahlia yang berada di kamar hanya berdoa semampu mungkin untuk mas Adam dan kedua orang tuanya agar dilembutkan hati.
“Sudah, Pak tiga bulan lagi saya wisuda Pak. Sama seperti Dahlia. Saya sudah bekerja di bidang properti saat ini baru jalan enam bulan. Dahlia, wanita salihah dan baik. Iya Pak itu kendaraan pribadi saya,” jawab Adam.
“Bukan berarti dengan kamu membawa mobil mewah dan cenderamata ini itu bisa mengambil hati begitu saja,” pungkas pak Drajat.
Adam tertunduk lama. “ Iya , Pak.” Singkatnya.
Untuk mencairkan suasana, ibu Sukma mengajak menikmati jamuan nasi kuning. Nasi kuning yang hangat dengan sentuhan kunyit rasa khas ibu sukma, ditambah aroma bawang goreng membuat semua orang ingin cepat melahapnya.
Silaturahmi berakhir dengan sarapan nasi kuning, Adam mencoba pamit kepada pak Drajat, ibu Sukma dan Dahlia. Dahlia terlihat cantik dengan balutan jilbab peach hadiah dari Mas Adam yang diberikan melalui Ustazah Rumi sebelum pulang ke Semarang. Adam merasa bahagia dan lega meskipun belum tahu keputusan dari kedua orangtua Dahlia.
Hari itu juga pak Drajat dengan tegas menjawab tidak merestui Adam. Ibu Sukma mencoba menenangkan suaminya dan menghibur Dahlia. Dahlia sedikit terkejut dan sedih mendengar keputusan bapaknya dengan alasan yang sangat kecil yaitu menduga terkesan sombong, pamer mobil dan banyak uang dengan membawa cinderamta. Dan tidak panjang menganalisis resiko menyupir sendirian dari jarak jauh.
Dahlia mengunci diri di kamar dan menghubungi ustazah Rumi dengan menggunakan telepon seluler merk okia kecil. Dahlia menjelaskan panjang lebar, detail tentang penolakan ayahnya terhadap maksud kedatangan Adam. Hanya suara lirih pelan dan tetesana air mata yang begitu saja meluncur jatuh bebas di pipi Dahlia. Ustazah Rumi hanya bisa menasihati Dahlia untuk bersabar dan berlapang dada dan terus berdoa kepada Allah. Ustazah Rumi segera memberitahu suaminya Ustadz Bakhtiar tentang penolakan ayahnya Dahlia.
Sebenarnya Adam sudah meminta bantuan Dani untuk menemani berkendara ke rumah Dahlia. Namun Dani keberatan. Dani menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadi kesalahpahaman. Dani belum berkeluarga dan yang terbaik adalah ditemani ustaz Bakhtiar, tetapi pada saat itu ustaz sedang tidak enak badan. Sehingga Adam membuat keputusan untuk berkendara sendiri. Adam hanya terduduk lemas setelah dapat telepon dari ustaz Bakhtiar. Air mata Adam tiba tiba jatuh begitu saja karena antara hati yang mencinta dengan kenyataan tertolak itu begitu nyata di depan mata dan didalam jiwanya.
***
Air mata Dahlia menetes membasahi pipi dan jilbab peach yang sedang ia lipat di kamar. Ketokan pintu oleh Mimi sahabatnya tidak membuat Dahlia berani untuk membuka pintu. Karena Dahlia tidak ingin membuat orang bertanya-tanya melihat wajahnya yang sedih. Deringan telepon seluler berbunyi. Dahlia mengangkat telepon, Ibunya mengatakan bahwa bapak dan ibunya akan menghadiri wisuda seminggu sebelum wisuda berlangsung, dengan alasan Bapak dan Ibu Dahlia akan berkeliling Bandung. Dahlia pun bergegas merapikan diri dan mencoba menata hati dan bangkit sebagai bakti anak kepada orangtua untuk mempersiapan kedatangan kedua orangtuanya. Dahlia dengan wajah yang sedikit pucat, tetapi tetap terlihat cantik, mengajak Mimi mencari kontrakan untuk orang tuanya. Di sepanjang jalan Mimi penasaran akan sesuatu yang membuat Dahlia sedikit sedih akhir-akhir ini. Singkat cerita Mimi akhirnya mengetahui ujian yang dihadapi sahabatnya. Karena Ibu Sukma diam-diam menghubungi Mimi untuk menanyakan kondisi Dahlia. Mimi cukup menghargai Dahlia dan merasa sedih tidak bisa membantu apa-apa kecuali menolong menghibur Dahlia semampunya.
Satu minggu sebelum wisuda, orang tua Dahlia tiba di Bandung menginap di salah satu kontrakan milik Adam. Mimi yang mencarikan kontrakan tersebut, tanpa memberitahu Dahlia. Adam meminta tolong Mimi merekomendasikan rumahnya untuk dikontrak dengan harga lebih murah dari pasaran, agar tidak dicurigai siapapun. Niat Adam tidak lain hanya ingin memudahkan Dahlia walaupun angin sedikitpun tidak berpihak padanya.
Bapak dan Ibu Dahlia sangat bahagia di Bandung. Pada saat salat di masjid alun-alun Bandung Pak Drajat bertemu dengan Dani tanpa sengaja. Pada saat itu, dompet Pak Drajat dicuri. Dani berusaha mengejar pencuri itu hingga terluka, ada goresan pisau di tangan Dani. Dani secepatnya mengembalikan dompet kepada Pak Drajat. Pak Drajat sungguh terkesan melihat sosok pemuda yang baik, tampan, saleh, berani dan berpenampilan sederhana. Tanpa malu Pak Drajat memeluk Dani, dan mengucapkan terima kasih. Dani tidak mengetahui jika Pak Drajat adalah orang tua Dahlia. Ibu Sukma terkejut melihat darah di tangan Dani, Luka Dani segera diobatinya dan ia mengucapkan terima kasih telah menolong suaminya. Tanpa ragu sedikit pun, Pak Drajat saat itu menawarkan putrinya kepada Dani.
“Siapa namamu, Nak, apakah kamu sudah menikah?.”
“Saya Dani dan belum menikah, asal dari Yogyakarta, Pak.” Dani tersenyum malu.
“Maukah kamu menikah dengan putriku, dia sangat cocok denganmu, seusia dan baik.”
Sebagai rasa terima kasih, Dani diundang makan malam oleh kedua orangtua Dahlia di Kafe Harmoni Bandung. Dani begitu senang meskipun tangan terluka menceritakan hal itu kepada Adam sahabatnya.
“Kenapa tanganmu berdarah Dan?.”
“Dam sepertinya bakalan aku yang menikah duluan dibanding kamu, berkah darah di tanganku. Bapak yang kutolong itu menawarkan anak perempuannya untuk dinikahi.”
“Wah takdirmu baik banget Dan. Aku dukung mau pinjam bajuku ambil saja di lemari.”
“Aku pinjam warna coklat ya Dam.”
Dani dan Adam berpelukan karena bagi mereka ada kebahagiaan yang sama-sama dirasakan.
Adam mengantar Dani ke kafe Harmoni. Di sana keluarga Dahlia sudah menunggu, termasuk Mimi yang diajak Dahlia. Adam tertegun lama, karena melihat motor Dahlia yang terparkir di halaman kafe.
“Dam turun yuk, grogi banget nih,” ucap Dani gemetar.
“Tapi Dan..., aku merasa tidak enak ada motor Dahlia terparkir.”
“Wah kebetulan Dam, kamu bisa jumpa dengannya mungkin dia sedang makan bersama sahabatnya.”
“Dan aku ikut turun, tetapi melihat dari jauh ya. Agar acaramu dengan calon bapak mertua yang kamu tolong tidak menjadi rusak dengan datangnya aku.” Pelukan Adam menguatkan Dani.
Alangkah terkejutnya Adam, Dani dan Mimi saat itu, sewaktu Dani sudah mendekati meja yang diduduki keluarga Dahlia. Dari kejauhan senyum ayah dan Ibu Dahlia tidak terbendung. Dahlia tidak tahu kalau Dani adalah sahabat Adam. Ekspresi Dahlia biasa saja, hanya berdoa kepada Allah yang terbaik untuk semuanya. Baik hatinya maupun hati kedua orang tuanya. Dahlia tidak ingin menyakiti orang tuanya, bahkan Adam, tetapi Dahlia bingung jika harus memilih. Dahlia memutuskan memilih orangtuanya, walaupun berat hatinya.
Ada sesal yang sangat besar bagi Dani menghadiri undangan bapak yang telah ditolongnya. Bagi Dani ini lebih pedih dari sayatan di tangannya. Ini tidak adil, baik bagi Dahlia maupun Adam. Akhirnya Dani bersuara dengan halus dan tegas.
“Pak bolehkah saya meminta sesuatu yang mungkin permintaan saya, akan berat bagi bapak untuk mengabulkannya?, ” ucap Dani.
“Iya Boleh saja nak sebisa mungkin saya kabulkan.”
“Bolehkah tawaran bapak untuk menikahi putri bapak saya berikan hadiah itu kepada kakak angkat saya, dia lebih baik di banding saya Pak.”
Dahlia kebingungan dan merasa tersinggung dengan ucapan Dani. Mimi tersenyum lega, tetapi merasa kasihan kepada Adam dan Dani. Adam yang sembunyi di dinding kafe tersentak mendengar pernyataan sahabatnya.
“Maaf Nak, itu tidak bisa saya kabulkan, karena saya inginnya kamu nak Dani, tidak yang lain. Silahkan berpikir dahulu Nak Dani, jika tidak berkenan iya tidak apa-apa.”
Semua hening dan mencoba menyelesaikan makan malam dengan rasa yang begitu hening.
Dani mencoba meminta maaf kepada Adam karena tidak tahu kalau yang akan ditemuinya adalah keluarga Dahlia. Dani mencoba menangkan Adam dengan tidak menerima tawaran Bapak Dahlia. Dani memilih untuk mundur dibandingkan persahabatannya hancur berkeping-keping. Namun bagi Adam, ini suatu hal yang berbeda. Baginya ini adalah saatnya menaikkan level ujian dan memahami sisi dakwah yang akan diambil. Keputusan Adam bulat, setelah berkonsultasi kepada ustaz Bakhtiar terkait kisah yang dihadapi Adam, Dani dan Dahlia.
“Tidak Dan, kamu harus menerima tawaran bapaknya Dahlia. Bagiku ini bukan kebetulan, tetapi ini bagian garis takdir hidup yang sedang berlaku. Jangan Kamu membawa masalah ini dalam urusan pribadi kita. Aku tetap sahabatamu Dan bagiku mencintai Dahlia dalam diam saja sudah senang, mencoba ikhtiar untuk bertemu keluarganya saja sudah senang, walaupun tertolak. Namun kamu yang tidak merasakan cinta dalam diam, ternyata malah kamu diberikan hadiah yang luar biasa oleh Allah.
Sungguh tidak disangka memang, Dan.., sedih berkecamuk di dalam dada. Namun yang pasti, menikah adalah ibadah, jangan ditunda dan jangan ditolak. Aku sudah berkonsultasi dengan ustaz Bakhtiar, beliau merestui hubunganmu dengan Dahlia.”
“Bagaiman dengan Dahlia?.”
“Dahlia Wanita salihah yang lebih menjaga kehormatan diri dan orangtua, dia mencoba mengikhlaskan semua yang tidak dia dapatkan. Bahkan setelah aku ke rumahnya, kami tidak sedikit pun komunikasi, melainkan melalui ustazah Rumi. Ini adalah ujian dan dakwah, Dan. Jangan terlalu larut kita dalam kesedihan. Tentu yang diuntungkan dalam hal ini adalah setan. Jujur rasa untuk Dahlia masih ada Dan, tetapi aku yakinkan padamu, aku akan segera menemukan penggantinya dengan izin Allah.” Mereka berdua pun berpelukan.
Pada akhirnya Dahlia menikah dengan Dani. Meskipun Adam tidak hadir ke acara pernikahan, tetapi suntikan dana pesta dan hadiah bulan madu hadir begitu nyata. Rahasia persahabatan Adam dan Dani belum diketahui Dahlia. Mimi mencoba diam , karena permintaan Adam. Empat tahun kemudian Adam menikah dengan Shofiyah, seorang mahasiswi Ilmu Gizi, yang usianya lebih muda empat tahun darinya. Mereka menikah, setelah dijodohkan oleh ustaz Bakhtiar. Semuanya bahagia.
Suatu hari Mimi mengundang Dani, Dahlia dan Adam, Shofiyah ke acara reuni yang digelar Mimi. Di sanalah Dahlia tahu persahabatan mulia antara Dani dan Adam. Dahlia memeluk Shofiyah dengan lembut, dan mengucapkan doa kebahagiaan untuk Shofi dan Adam.
Di malam hari, Dahlia memeluk erat suaminya dengan penuh bahagia dan cinta. Di tahajud malam yang syahdu, Dahlia duduk bersandar di pundak suaminya. Dani menggoda istrinya, bahwa istrinya lebih cantik memakai jilbab peach, yang ternyata Danilah yang memilih jilbab itu yang dibelinya di butik lalu menyerahkannya kepada Adam sesuai keinginan Adam. Dahlia tersenyum malu, dan meminta maaf kepada suaminya, karena Dahlia sama sekali tidak tahu tentang persahabatan Adam dan suaminya begitu dalam. Dalam doa tahajud, keduanya memohon kebahagian dunia akhirat.
***
Bionarasi
Ria Indriati, Kelahiran Subang 17 Februari 1988 mempunyai 3 orang anak . Aisyah, Salman, Nur Azizah. Hobi Menulis dan Ecowisata. Aktivitas sehari-hari bekerja sebagai PPNPN di kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dari buku Antologi Cerpen Cinta Seluas Langit(Haura Publishing, Juni 2022)
Posting Komentar
Posting Komentar