Blog Perempuan Menulis

Cerpen: Mencari Sahabat Sejati

Posting Komentar

 MENCARI SAHABAT SEJATI

Oleh : Suci Anisa Mutiari

www.perempuanmenulis.com

          Namaku Daisy, lengkapnya Daisy Aurelie. Seorang gadis berwajah oval yang berjuang untuk bisa berjalan seperti teman-temannya. Aku percaya bahwa mukjizat Allah selalu ada. Allah pasti juga akan menganugerahkan keajaiban untukku. Aku akan mengajak kalian lebih jauh mengenalku. 

          Lihatlah diriku di masa itu, saat aku belajar di Sekolah Dasar swasta di kotaku. Aku mempunyai banyak teman. Namun, ada salah satu teman yang begitu dekat denganku bernama Aida. Aida, temanku yang baik. Ia memiliki postur tubuh yang kecil, kedua bolamatanya besar dan hitam legam, kulitnya yang berwarna cokelat susu, membuat ia terlihat sangat manis. Aida kerap membantuku dalam kesulitan. Mulai dari mengumpulkan tugas sekolah, membelikan sesuatu jika aku ingin sesuatu atau sekedar menghabiskan waktu istirahat di sekolah dengan berbagi cerita. Banyak momen indah yang kulalui bersamanya sampai akhirnya kami bertengkar. 

          Entah apa penyebab utama pertangkaranku dan Aida. Mungkin kedekatanku dengan teman sekelasku yang lain, bernama Yani. Aku dan Yani memang sudah dekat sejak lama, dia adalah teman pertamaku saat aku baru masuk Sekolah Dasar. Mungkin Aidia cemburu. Tapi syukurlah itu tak lama, karena aku dan Aida akhirnya bisa kembali bersenda gurau dan berteman seperti biasa.

          "Dasar kamu dan orangtuamu cuma mau sebuah perunggu.!"

          "Ayahmu mirip seekor anjing. "

          "Ibumu pantasnya jadi sebuah keset! "

          Bagai disambar petir di siang bolong, hatiku begitu sakit mendengar cacian untuk orangtuaku. Apalagi yang melontarkan kalimat itu adalah sahabat karibku sendiri. Dan bodohnya, aku hanya bisa menangis dalam diamku tak mampu melawan atau membela kedua orangtuaku. Menangis, dan menangis hanya itu yang bisa kulakukan. 

          Hari demi hari setelah kejadian itu kulewati dengan rasa kecewa menahan sedih. Hubunganku dengan Aida merenggang. Tak ada kata maaf yang keluar dari mulut Aida, walaupun hanya sekedar basa-basi saja. Meskipun begitu, aku sudah memaafkannya jauh sebelum Aida meminta maaf padaku terlebih dahulu. Dan aku tak pernah menaruh dendam kebencian padanya. Walaupun aneh rasanya, hanya karena aku bermain dengan Yani, hubungan aku dan Aida menjadi rusak. Aku tidak menyalahkan Yani, tetapi hanya tidak habis pikir, hal ini bisa terjadi pada persahabatanku, padahal aku sangat berharap bahwa kita bertiga bisa bermain bersama. Namun sudahlah, kejadian itu cukup dijadikan pelajaran baik untukku, Aida dan Yani.

          Waktu terus berjalan, tak terasa kini aku sudah duduk dibangku SMP.  Lembaran baru dimulai, aku mulai beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda, berkenalan dengan teman baru. Aku ingat, kala itu aku mencoba memberanikan diri mengajak berkenalan pada salah satu teman kelasku. Sejujurnya ada rasa malu dan takut.  Takut kalau ia enggan berkenalan denganku, takut kalau ia akan mengabaikan uluran tanganku. Namun ketakutanku perlahan mulai sirna, kala ia menyambut uluran tanganku, dan menyebutkan namanya, meski ada kecanggungan diantara kami pada saat itu.

*

          Hari demi hari, kami semakin dekat dan akrab. Kami sering berbagi cerita dan saling terbuka satu sama lain, Persahabatan kami terasa begitu indah, meski terkadang ada batu kerikil-kerikil kecil yang menghalangi persahabatan kami. Namun, kami bisa melewatinya. 

          Nada Wijaya adalah seorang gadis manis berhati lembut, ia memiliki postur tubuh yang besar, memiliki mata yang indah serta bolamata berwarna hitam legam. Nada adalah sahabatku yang sangat baik, ia selalu ada di sampingku saat aku membutuhkan seorang sahabat di kala senang maupun sedih. Mendengarkan semua ceritaku, terkadang ia juga sering memberikan aku saran dan masukan untukku saat aku bercerita. 

*

          Pada saat itu kami sedang melaksanakan ulangan harian matematika, di hadapan sudah ada beberapa soal yang harus aku kerjaan.  Aku berusaha semaksimal mungkin mengerjakan soal matematika itu dengan baik. Namun, aku akui memang aku tak terlalu pandai dalam menghitung. 

          "Nad soal ini bagaimana cara menyelesaikannya?," tanyaku pada Nada kala otakku tak mampu lagi untuk menyelesaikan salah satu soal ulangan matematika

          "Aku tak tau, apakah otakmu sudah tidak berfungsi lagi untuk berpikir ?! "

         "Berhenti berbicara! "

         "Kau sangat berisik! "

          Sungguh aku tak percaya, ketika Nada membentakku. Aku sangat paham jika materi ulangan harian kami memang sulit, tetapi haruskah ia membentakku dan mengucapkan kata serapah padaku?. Hatiku sangat sakit sekali, untuk kedua kalinya aku mendapatkan cacian dari sahabatku. Aku diam tak bergeming menahan rasa sesak di dada. 

*

          Keesokan harinya kami menjalani aktivitas seperti biasa. Nada seperti biasa menyapaku, seolah tak terjadi apa pun di antara kami. Sementara aku tetap memberikan senyuman terbaikku untuknya, menjadikan kejadian kemarin adalah sebuah ujian dari Tuhan untukku.

          Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Begitu pun pertemuanku dengan Nada. Banyak hal yang kulalui bersamanya, termasuk menjadikan pertengkaran kami sebagai sebuah pelajaran untukku juga untuknya. Setelah lulus dari bangku SMP, aku memutuskan melanjutkan sekolah di Lampung, tempat ibuku dilahirkan. 

*

          Hari itu hari pertama aku masuk sekolah mengenakan seragam putih abu-abu. Aku berharap bisa menemukan sosok sahabat yang aku impikan. Sahabat yang selalu ada untukku, menerima kekuranganku dan sahabat yang bisa aku ajak ke surga bersama kelak. 

          Aku memberikan senyuman terbaikku kala ada yang menyapaku, entahlah siapa namanya aku belum mengetahuinya. Ia duduk di sebelahku sambil berusaha memperkenalkan dirinya kepadaku. Sementara aku yang tersipu malu, hanya berusaha menatap wajah cantiknya, dan mengganggukkan kepala sebagai respon dari beberapa pertanyaannya. 

          Waktu terus berjalan aku sudah mulai terbiasa dengan suasana di sekolahku. Aku juga sudah mulai akrab dengan beberapa temanku, dan mereka sangat baik kepadaku. Meskipun begitu, aku sangat merindukan ibuku. Aku rindu senyuman, belai lembut, bahkan kebawelannya. Ah, aku sangat merindukan ibuku.

          Seorang gadis dengan bibir mungil, bola mata berwarna hitam legam menghampiriku dan juga teman baruku. 


          "Kamu yang namanya Daisy ya? " tanyanya padaku seraya menampilkan senyum tipisnya

          "Iya" jawabku memberanikan diri membuka suara

          "Aku Wina ucapnya memperkenalkan namanya sambil menarik kursi dan menaruh tas punggungnya, lalu ia duduk di hadapanku. Beberapa jam kemudian kami sudah mulai mengobrol bersama, layaknya teman yang sudah lama dan saling kenal. Aku juga sudah mulai merasa nyaman dengan teman baruku yang ternyata mereka adalah sahabat karib dari kecil.  Aku bersyukur bertemu mereka kembali. Mereka bisa menerima kekuranganku, kami bahkan memutuskan untuk bersahabat.  Aku berharap persahabatanku bisa bertahan sampai surganya Allah seperti yang kuharapkan. 

 *

          Baru beberapa hari aku merasa bahagia karena memiliki sahabat, tetapi entah kenapa Wina memutuskan pindah sekolah. Jujur ada rasa kecewa dan sedih yang aku rasakan kala itu, tetapi aku harus menghargai dan menghormati keputusan Wina. 

          Hari terus berjalan, akhirnya aku mengenal seorang teman bernama Wati. Hubunganku dan Wati semakin dekat, bahkan aku sudah menganggap Wati seperti saudara kandungku. Namun berjalannya waktu, kesalahpahaman sering terjadi di antara kami, sehingga membuat hubungan kami sedikit merenggang. Kembali rasa sedih menghampiriku di kala Wati memilih tidak menjawab pertanyaanku, dan tidak menghiraukanku.

          Pelajaran terakhir di hari Selasa adalah pelajaran agama, dan ini untuk pertama kalinya kami belajar mengenai agama Islam lebih dalam dibimbing oleh pak ustaz di sekolah kami. Aku menyiapkan buku dan alat tulis sebelum pelajaran terakhir kami dimulai. Namun setelah bel masuk sekolah berbunyi, mereka dangan gerakan secepat kilat mengambil tas dan berlari berhamburan keluar kelas, meninggalkanku seorang diri di dalam kelas. Pada saat itu aku sangat binggung, bagaimana cara agar aku bisa menyusul teman-temanku. 

          Dengan berat hati, aku hanya bisa duduk diam di kursiku. Untungnya aku masih bisa mendengar apa yang diterangkan oleh pak ustaz Budi, karena pak Budi memiliki volume suara yang begitu keras, sehingga sebisa mungkin aku mencatat dengan baik

          Hari Kamis kami kembali belajar di sekolah. Sebelum belajar seperti biasa kami berdoa terlebih dahulu. Namun, ada yang berbeda dari biasanya.  Bu Tika yang biasanya menyapa kami atau memberi semangat, kali ini bu Tika hanya diam memasang muka tegas lalu melontarkan pertanyaan pada kami dengan nada yang tegas. Sementara aku merasa bersalah, setelah mendengar pertanyaan dari bu Tika, pasalnya bu Tika menegur teman-temanku dan mempertanyakan apa alasan teman-temanku meninggalkanku seorang diri di dalam kelas, dan membiarkanku tak mengikuti pelajaran akhir

          Sebenarnya aku sudah tak mempermasalahkan hal itu lagi. Biarlah itu menjadi pelajaran untukku, dan menjadikanku semangat dalam berlatih belajar berjalan dengan tekun. Aku pun sudah berusaha untuk menuju kelas di mana aku belajar, tetapi tas ransel yang sangat berat telah membuatku sulit untuk berjalan merambat.

          Hatiku rasanya sangat sakit dan kecewa kala mendengar alasan Wati ketika ditanya oleh Bu Tika.  Wati berbohong dan berkilah seolah ia mengajak temannya untuk membantuku padahal tidak sama sekali.  Aku hanya terdiam mendengar sahabat karibku ini bertengkar sekaligus merasa bersalah. Karenaku, mereka jadi berselisih paham. Semenjak kejadian itu, tak banyak yang berubah semua kembali seperti semula.

          Lalu aku memutuskan pindah sekolah bukan karena lari dari masalah.  Masalahku dan Wati sudah selesai, aku pun memilih menjadikan ini sebagai pelajaran untukku. Aku percaya Allah sudah menyiapkan sahabat yang terbaik untukku dan semua ujian yang Allah berikan kuyakini pasti ada hikmah yang tersimpan untukku.

***

Bionarasi

Namaku Suci Anisa Mutiari. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Aku sekolah di MA Al Istiqomah. Aku lahir pada bulan Oktober 2004.

Dari buku Antologi Cerpen Cinta Seluas Langit(Haura Publishing, Juni 2022


Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar